Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menanti keberanian Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardana dan anggota Satuan Polisi Pamong Praja untuk menertibkan pemukiman kumuh di Kampung Pulo, Jakarta Timur.
"Tunggu saja nyalinya Satpol PP sama wali kota," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (13/8/2015).
Sebelumnya, perwakilan pemerintah dan perwakilan warga Kampung Pulo sudah bertemu dan menyepakati pembongkaran bangunan. Warga bersedia direlokasi ke rumah susun.
"Sekarang terlalu banyak kelompok (perwakilan masyarakat di Kampung Pulo). Makanya saya mau bilang ke mereka. Jadi Presiden sama Gubernur DKI saja cuma butuh 50+1. Untuk soal pindahin orang tak ada undang-undang yang mengatur," kata Ahok belum lama ini.
Selama ini, proses relokasi warga ke rumah susun banyak menemui kendala, di antaranya masalah kompensasi.
"Saya sudah tegaskan sekarang yang 527 kavling kalau bukan tanahnya mereka hanya tinggal di rusun. Tidak ada ganti uang kerohiman apapun," ujarnya.
Ahok menawarkan pembayaran ganti rugi 1,5 kali dari harga beli kepada warga yang bersedia pindah ke rumah susun, meski Ahok tahu banyak warga yang sebenarnya tidak punya sertifikat tanah.
"Tapi dia ngotot punya sertifikat. (Saya bilang) mana sertifikatnya? Ini ada akta jual beli. Saya tunjukkan akta jual beli judulnya apa? Betul diketahui oleh lurah. Jadi tulisannya akta jual beli bangunan di atas lahan pemerintah," kata Ahok.
Tapi akhirnya jalan keluar atas permasalahan pembebasan lahan ditemukan.
"Warga Kampung Pulo, Ciliwung juga udah sepakat mereka mau bebas dari banjir. Tapi tentu adalah segelintir oknum yang mau memanfaatkan banjir. Kan kita udah sepakat janji kita mau tinggal di daerah (Jatinegara untuk sementara), kita bangunkan rusun deket situ. Itu kantor sudin bekas PU yang kita bongkar," jelas Ahok.