Suara.com - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tantowi Yahya meragukan 33 calon duta besar untuk beberapa negara yang telah diajukan pemerintah. Keraguan itu dilancarkan karena minimnya pengalaman dan pengetahuan mengenai geo politik dan diplomasi para calon duta besar..
"Terus terang ada keraguan kami di Komisi I DPR RI terhadap beberapa calon yang diajukan mengingat pengalaman dan pengetahuan mereka yang minim tentang geo politik dan diplomasi," katanya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (10/8/2015).
Namun Tantowi tidak merinci beberapa nama yang diragukannya tersebut.
Dia prihatin jika balas budi untuk relawan pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla dibalas dengan posisi yang strategis seperti posisi duta besar.
Menurut dia, jabatan dubes tidak sama dengan jabatan komisaris Badan Usaha Milik Negara.
"Dubes sesuai UU adalah wakil rakyat, negara dan Presiden RI, segala ucapan dan tindak tanduknya harus sesuai dengan tiga entitas yang diwakilinya," ujarnya.
Karena itu menurut dia, seorang yang dipercaya menjadi dubes adalah yang menguasai segala permasalahan bangsa dan mempunyai kecakapan komunikasi.
Hal itu menurut dia diperlukan agar dapat menjadi wakil bangsa yang baik sekaligus dapat mengambil sebanyak mungkin keuntungan dari negara akreditasi untuk kepentingan bangsa dan negara kita.
"Setelah eksekusi hukuman mati para pengedar narkoba dan penenggelaman kapal-kapal pencuri ikan, posisi Indonesia menjadi tidak mudah," katanya.
Menurut dia, di saat seperti ini Indonesia membutuhkan dubes yang benar-benar mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis dan keluar dari posisi kritis.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengajukan 33 nama calon duta besar Indonesia untuk negara-negara sahabat ke DPR.
Ke-33 nama itu antara lain:
- Hasan Bagis, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab;
- Safira Machrusah, Alffer, Aljazira;
- Bambang Antarikso, Baghdad, Irak;
- Husnan Bey Fananie, Baku, Azerbaijan;
- Ahmad Rusdi, Bangkok, Thailand;
- Yuri Octavian Thamrin, Brussel, Belgia dan merangkap Keharyapatihan Luksemburg dan Uni Eropa;
- Helmy Fauzi, Kairo, Mesir;
- Mayjen TNI (Purn) Mochammad Luthfie Wittoeng, Caracas, Venezuela;
- Mansyur Pangeran, Dakar, Senegal;
- I Gusti Agung Wesaka Puja, Den Haag, Belanda merangkap OPCW;
- Marsekal Madya TNI (Purn) Muhammad Basri Sidehabi, Doha, Qatar;
- Ibnu Hadi, Hanoi, Viietnam;
- Alfred Tanduk Palembangan, Havana, Kuba;
- Wiwiek Setyawati Firman, Helsinski, Finlandia;
- Iwan Suyudhie Amri, Islamabad, Pakistan;
- Muhammad Ibnu Said, Kopenhagen, Denmark;
- Rizal Sukma, London untuk Inggris dan Irlandia;
- Tito Dos Santos Baptista, Maputo, Mozambique;
- Mohammad Wahid Supriyadi, Moscow, Rusia;
- Musthofa Taufik Abdul Latif, Muscat, Oman;
- R Soehardjono Sastromihardjo, Nairobi, Kenya;
- Marsekal Madya TNI (Purn) Budhy Santoso, Panama City, Panama;
- Dian Triansyah Djani, New York untuk utusan tetap PBB;
- Diennaryati Tjokrisuprihatono, Quito, Ekuador
- Agus Maftuh Abegebriel, Riyadh, Arab Saudi
- Amelia Achmad Yani, Sarajevo, Bosnia-Herzegovina
- I Gede Ngurah Swajaya, Singapura
- Sri Astarai Rasjid, Sofia, Bulgaria
- R Bagas Hapsoro, Stockholm, Swedia
- Octaviano Alimudin, Tehran, Iran
- Antonius Agus Sriyono, Vatican
- Eddy Basuki, Windhoek, Namibia 33. Alexander Litaay, Zagreb, Kroasia