Pasal Penghinaan Presiden Jangan Bungkam Kebebasan Berpendapat

Minggu, 09 Agustus 2015 | 12:48 WIB
Pasal Penghinaan Presiden Jangan Bungkam Kebebasan Berpendapat
Presiden Joko Widodo di acara puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) Ke- 22 di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (1/8/2015). [Setpres/Cahyo]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekretaris Fraksi Demokrat Didik Mukrianto menilai penghidupan kembali pasal penghinaan terhadap presiden perlu dilihat secara jernih. Jangan sampai pasal itu membungkam kebebasan berpendapat.

"Masuknya pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP harus tetap bijak dalam menanggapinya. Sebab, RUU tidak serta merta menjadi keputusan sesaat. Pembentukan UU akan melalui proses pembahasan yang melibatkan seluruh komponen masyarakat," kata Didik saat dihubungi, Jakarta, Minggu (9/7/2015).

Saat ini menurut Didik, kebebasan berpendapat harus dipertahankan. "Pada dasarnya, dalam alam demokrasi seperti sekarang ini kebebasan berpendapat, melakukan kritik dan kebebasan berekspresi, dari masyarakat termasuk media massa, harus terus dipertahankan," ujarnya.

Menurut Didik, harus dibuat aturan khusus menyatakan pendapat agar tetap dalam jalur konstitusi. "Tidak boleh berpendapat, tapi melanggar hak orang lain. Apalagi hak-hak dasar atau hak asasi manusia," ujarnya.

Pasal penghinaan tergadap presiden ini sebelumnya sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006. Namun Pemerintahan Joko Widodo menginginkan pasal tersebut kembali dimasukkan dalam draft RUU KUHPidana yang tengah dibahas DPR dan Pemerintah. RUU KUHP ini merupakan inisiatif dari pemerintah dan sudah diberikan kepada DPR.

"Maka sudah selayaknya DPR dan Presiden Jokowi mempunyai komitmen utuh secara bersama-bersama untuk merealisasikan hal tersebut," kata dia.

Dia menambahkan, karena RUU KUHP ini merupakan inisiatif pemerintah, pemerintah jadi punya hak sepenuhnya untuk menyempurnaan bila belum sempurna.

"Namun karena saat ini faktanya RUU sudah diserahkan kepada DPR, maka isu tersebut sudah tidak relevan untuk dipertentangkan dalam konteks itu. Tinggal pada proses pembahasan akan terbuka ruang yangan sangat cukup untuk mengakomodir setiap aspirasi dan kehendak publik," ujar Anggota Komisi III DPR ini.

BERITA MENARIK LAINNYA: 

Lenny Kravitz Pamer Penis saat Konser di Stockholm

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI