MUI Dinilai Salah Paham Soal BPJS Kesehatan

Kamis, 06 Agustus 2015 | 15:08 WIB
MUI Dinilai Salah Paham Soal BPJS Kesehatan
Penyerahan Kartu BPJS Kesehatan kepada warga binaan di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Cipayung Jakarta, Kamis (24/4). [suara.com/Adrian Mahakam]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Guru Besar FKM UI Hasbullah Thabrany menilai Majelis Ulama Indonesia (MUI) salah paham dengan kebijakan mengenai Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dinilai tidak sesuai syariah.

“Tapi saya pelajari, ada salah paham pada analisi MUI yang menimbulkan belum prinsip syariah tadi. Karena majelis fatwa MUI yang mengemukakan dalam dokumennya itu memperhitungkan atau menilai JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) itu dari kacamata asuransi komersial," kata Hasbullah usai  Diskusi Panel “Peta Permasalahan Jaminan Kesehatan Nasional" di Hall Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih 32-34 Jakarta Pusat, Kamis (6/8/2015).

 Menurutnya, sebenarnya akad dalam BPJS yang dipersoalkan tersebut telah tercantum dalam Undang-undang.

"Padahal ini adalah program negara. Program ya sifatnya kontrak negara dengan rakyatnya. Itu yang tidak dilihat MUI sebagai kontrak itu. Dari majelis fatwa tampaknya dia terbelenggu pada kalimat asuransi," katanya.

"Sehingga dinilai berdasarkan kacamata asuransi komersial yang memang pada asuransi komersial meskipun yang takhaful, itu tetap ada potensi untuk gharar dan maysir, akadnya diubah pada asuransi komersial.  Karena tidak perlu akad karena ini undang-undang.  Akad itu sudah dicantumkan dalam undang-undang," sambung Hasbullah

Meski demikian, lanjutnya, telah ada kesepakatan dari pemerintah untuk terus menjalankan kebijakan soal BPJS.

Polemik mengenai BPJS ini menurutnya masih sebatas perdebatan di Dewan Syariah Nasional MUI dan belum dijadikan fatwa.

"Tetapi kemarin Alhamdulillah sudah ada kesepakatan untuk menjelaskan bahwa jalan terus peserta kan. Karena ada sebagian menarik diri. Kalau peserta menarik diri tidak punya jaminan, saya bilang kalau ini dijadikan fatwa. Karna ini juga belum dijadikan fatwa. Masih merupakan keputusan komisi fatwa," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI