Warga lain, Armuji (45), mengatakan batu mani gajah merupakan peninggalan zaman purbakala. Pada tahun 1997 pernah ada warga yang menemukan batu mani gajah di lahan tersebut. Karena tidak tahu kegunaan dan manfaatkan batu tersebut warga tak menghiraukan.
“Belum lama ini warga mendatangi sawah milik Pak Cokro Suwarno untuk mencari batu. Ternyata batu itu benar ada. Batu ini seperti pada umumnya, namun isinya ada di dalam. Jadi harus diolah terlebih dahulu,” papar warga RT 023, RW 006 Kecamatan Tanon.
Sejak pagi warga mendatangi lahan persawahan tersebut. Ini mereka lakukan agar batu mani gajah yang dihasilkannya lebih banyak.
“Silakan yang mau mencari batu mani gajah. Saya tidak menuntut apa-apa, hanya saya berpesan supaya diratakan kembali. Batu yang tidak dipakai atau bukan yang dicari dikubur kembali ke dalam tanah,” kata pemilik tanah, Cokro Suwarno.
Sementara Kepala Desa Bonagung, Suwarno, mengatakan keberadaan batu tersebut sudah ada sejak puluhan tahun lalu. Namun dari sekian lahan persawahan milik warga setempat, hanya milik Cokro Suwarno yang paling banyak.
“Ini menjadi berkah bagi warga Bonagung. Bisa meningkatkan kesejahteraan para warga. Soalnya sejak ditemukannya batu mani gajah, warga banyak yang ke sini,” jelasnya.
Suwarno menambahkan selain warga asli Bonagung tidak diizinkan untuk melakukan pencarian. Tetapi jika hanya ingin membeli dipersilakan. Hal tersebut bertujuan agar warga Dusun Bonagung dapat menikmati kekayaan yang dimiliki dari adanya batu mani gajah di desanya.
“Harganya macam-macam. Yang kualitasnya bagus bisa mencapai Rp10 juta, bahkan lebih,” kata Suwarno. (Labib Zamani)