Suara.com - Perhatian publik kembali tersita oleh kabar dikabulkannya gugatan praperadilan yang diajukan mantan Dirut PLN Dahlan Iskan, hari Selasa (4/8/2015). Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) tersebut, hakim Lendrinty Janis menyatakan bahwa penetapan status tersangka Dahlan, dalam kasus dugaan korupsi 21 proyek gardu listrik oleh Kejaksaan Tinggi Jakarta tidak sah.
Sebelum Dahlan, sejumlah tersangka dalam beberapa kasus dugaan korupsi juga mengajukan praperadilan atas status penetapan tersangka mereka dan menang.
Yang pertama dan bisa dikatakan sebagai perintis 'tren' praperadilan adalah Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan (BG). Ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi dan kepemilikan rekening gendut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, BG memilih jalur praperadilan untuk membersihkan namanya sebagai calon Kapolri pilihan Presiden Joko Widodo kala itu.
Gayung bersambut, Hakim tunggal yang mengadili kasus BG di PN Jaksel, Sarpin Rizaldi, mengabulkan permohonan tersebut pada 16 Februari 2015 silam. Sarpin menyatakan, penetapan tersangka BG oleh KPK tidak sah secara hukum.
Selanjutnya: Mantan Dirjen Pajak kalahkan KPK
Gelombang gugatan praperadilan mendadak muncul pascakemenangan BG. Banyak tersangka kasus dugaan korupsi yang meniru strategi BG.
Salah satunya yang berhasil adalah mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo. Status tersangka dalam kasus dugaan rekomendasi keberatan pajak terhadap Bank BCA yang disematkan padanya saat menjabat sebagai Dirjen Pajak dinyatakan gugur pada 26 Mei 2015 lalu.
Haswandi, hakim PN Jaksel yang menyidangkan praperadilan Hadi, membuat putusan tersebut atas beberapa pertimbangan. Pertama, penyelidik dan penyidik KPK menangani perkara Hadi bukan berasal dari kepolisian. Selain itu, hakim menilai perkara Hadi lebih layak digolongkan dalam kasus pidana administrasi, bukan tindak pidana korupsi.
Setelah kalah dari gugatan praperadilan Hadi Poernomo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya resmi mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan tersebut pada 30 Juli 2015 lalu.
Selanjutnya: Kemenangan sesaat sang mantan wali kota
Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin ada di daftar selanjutnya tersangka kasus dugaan korupsi yang menang di sidang praperadilan. Tak tanggung-tanggung, Ilham sudah satu tahun lamanya menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi kerjasama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi PDAM Makassar tahun 2006-2012.
Status tersangka Ilham dinyatakan batal dalam sidang putusan praperadilan yang digelar di PN Jaksel pada 12 Mei 2015 lalu karena KPK dianggap tidak dapat membuktikan dua alat bukti yang cukup. Namun, kemenangan Ilham hanya bertahan sebulan.
KPK kembali menerbitkan Sprindik sekaligus menetapkan Ilham kembali sebagai tersangka kasus tersebut.
Selanjutnya: Mereka yang keok di praperadilan
Praperadilan tak selamanya jadi jalan keluar terbaik bagi tersangka kasus dugaan korupsi. Buktinya, tak sedikit pula yang gagal menang di sidang praperadilan.
Salah satunya adalah mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali (SDA) yang dijadikan tersangka kasus korupsi dana haji oleh KPK pada 23 Mei 2014 silam. Terinspirasi atas keberhasilan gugatan praperadilan BG di PN Jaksel, SDA pun mengajukan gugatan praperadilan. SDA juga meminta ganti rugi Rp1 triliun kepada KPK karena merasa dirugikan atas penetapan tersebut.
Sayang, harapan SDA kandas di meja hakim tunggal sidang praperadilan di PN Jaksel, Tatik Hadiyanti. Tatik, pada 8 April 2015, menolak permohonan SDA lantaran dirinya menilai penetapan tersangka bukanlah kewenangan praperadilan.
Selanjutnya: Praperadilan Sutan Bathoegana
Politisi Partai Demokrat Sutan Bathoegana, terdakwa kasus indak pidana korupsi pada pembahasan APBNP Kementerian ESDM tahun 2013, juga pernah mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK. Namun, tidak seperti beberapa pendahulunya, Sutan gagal.
Tak hanya mengajukan permohonan praperadilan, mantan Ketua Komisi VII itu juga meminta ganti rugi Rp300 miliar kepada KPK atas kerugian yang dialaminya. Namun hakim Ashadi Sembiring yang menyidangkan gugatan tersebut di PN Jaksel tanggal 13 April 2015 silam, mengugurkan permohonan Sutan.
Dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tanggal 27 Juli 2015 lalu, Sutan dituntut hukuman 11 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta. Jaksa Tipikor menyebut Sutan menerima uang sebesar Rp 50 juta dari mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, uang sebesar 140.000 dollar dari Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno, satu mobil Toyota Alphard 2.4 AT tipe G berwarna hitam dari Direktur PT Dara Trasindo Eltra, Yan Achmad Suep, serta uang dari mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini sebesar 200.000 dollar AS sebagai tunjangan hari raya untuk Komisi VII DPR RI.