Ini Kata Kapolri Soal Pasal Penghinaan Presiden

Selasa, 04 Agustus 2015 | 17:26 WIB
Ini Kata Kapolri Soal Pasal Penghinaan Presiden
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. [suara.com/Erick Tanjung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kapolri Jenderal Badrodin Haiti rupanya tak mau ambil risiko dan berhati-hati menanggapi rencana pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin menghidupkan lagi pasal penghinaan kepala negara dalam revisi Undang-undang KUHP.  

Ketimbang ikut dalam perdebatan soal layak atau tidak, dia memilih jalan aman dengan menyerahkan kebijakan itu kepada pemerintah.

"Itu ‎sudah ada pokjanya, RUU KUHP itu kan sudah dibuat mungkin sekitar 20 tahun lalu," kata Badrodin saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (4/8/2015).

Selain menanggapi pendek soal pasal pengghinaan presiden, dia sempat menyampaikan pendek soal laporan sekelompok relawan Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) terkait kasus dugaan ancaman kepada presiden Joko Widodo melalui akun Facebook atas nama Dudi Hermawan.

Dia mengungkapkan akan diproses oleh anak buahnya seusai hukum yang berlaku.

"Semua prosedurnya sama, laporan, penyelidikan, penyidikan, semua kami proses," ujarnya.

Dia menyatakan, tidak akan membeda-bedakan penanganan kasus yang dilaporkan ke Kepolisian, meskipun kasus itu terkait Presiden.‎

"‎Tidak ada (perhatian khusus). Apakah ada perbedaan ketika wartawan atau tukang becak yang melapor kan, sama saja. Semua juga kami proses," katanya.

Sebelumnya diberitakan, rencana Pemerintahan Jokowi menghidupkan kembali pasal penghinaan presiden dalam revisi Undang-undang KUHP mendapat tentangan keras.

Salah satu yang menentang, yakni bekas terpidana kasus penghinaan presiden pada 1993 lalu, Yeni Rosa Damayanti yang dihubungi suara.com.

Yeni Rosa mengungkapkan, pasal penghinaan presiden itu sudah tidak lagi relevan saat ini, apalagi sejak Mahkamah Konstitusi menghapusnya pada 2006 lalu.

Dia juga sekaligus merespon pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sempat mewajarkan kalau pasal ini diberlakukan lagi karena presiden perlu dihormati dan dilindungi.

“Dilindungi iya dari ancaman pembunuhan. Misalnya penculikan dan ancaman lain. Kalau kritik bisa macam-macam, bisa pedas. Itu dilindungi dari apanya? Kalau dilindungi dari kritikan orang, itu bukan ancaman yang real,” tegas Yeni melalui sambungan telepon, Selasa (4/8/2015).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI