Suara.com - Jumat (31/7/2015) pagi sampai sore, Heri Akhmad Rivai mondar-mandir di kawasan Bundaran Hotel Indonesia Jakarta. Lelaki berusia 55 tahun itu serius menjual ginjalnya.
Memegang sebuah papan putih yang dikalungkan di lehernya, Heri bercerita dia nekat mempromosikan ginjalnya di Jakarta. Dia terdesak dengan kebutuhan.
Warga Tasikmalaya itu tinggal di Kampung Makasari RT 001/002, Desa Singasari, Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya. Dia ke Jakarta, karena yakin ginjalnya akan terjual dengan cepat.
"Karena Tasikmalaya kota kecil tidak terakses seperti di Kota Besar tersedia semua, makanya saya lari ke Jakarta. Tasik kecil nggak terakses untuk transplantasi ginjal," ujar Heri kepada suara.com di Kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat, Jumat (31/7/2015) malam.
"Karena menurut saya pusat perhatian di seluruh rakyat Indonesia, saya menilainya di Bundaran HI, makanya saya ke sini," Heri menambahkan.
Sudah 1 tahun dia niat menjual ginjalnya. Pekerjaannya sebagai pedagang tidak cukup untuk membayar kuliah anaknya, Dindi Intan Pertiwi di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed). Dia butuh Rp3 juta untuk membayar semester Intan. Jika tidak Intan tidak bisa kuliah.
Penghasilannya hanya Rp100 ribu perhari. Sementara penghasilan istrinya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) tidak bisa diharapkan.
"Sudah lama (keinginan untuk menjual ginjal) dari 1 tahun yang lalu, lantaran ada desakan ekonomi dan desakan mencari nafkah untuk modal, untuk sekolahkan anak. Hari ini yang terlaksana, karena tekad saya sudah bulat," jelas dia.
"Kalau ada yang menolong saya, saya mungkin mengurungkan niat saya (menjual ginjal)," terangnya.