DPR Minta Pemerintah Tanggapi Fatwa MUI untuk BPJS

Kamis, 30 Juli 2015 | 11:28 WIB
DPR Minta Pemerintah Tanggapi Fatwa MUI untuk BPJS
Penyerahan Kartu BPJS Kesehatan kepada warga binaan di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Cipayung Jakarta. [suara.com/Adrian Mahakam]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Komisi IX yang membidangi kesehatan dan ketenagakerjaan, Dede Yusuf meminta pemerintah untuk menanggapi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk BPJS. MUI menyebut BPJS melakukan praktik riba.

"Itu baru rekomendasi. Nanti terserah pemerintah untuk menindaklanjutinya. Baru DPR akan meninjau," kata Dede saat dihubungi, Kamis (30/7/2015).

Hanya saja Dede menjelaskan dalam skema pembayaran BPJS tidak terdapat bunga. Sebab MUI mempermasalahkan bunga denda keterlambatan pembayaran iuran BPJS. Bunga itu MUI sebut sebagai riba.

"Di BPJS tidak ada bunga. Yang ada adalah denda keterlambatan. Kalau bunga, terlambat atau tidak terlambat tetap kena bunga," ujarnya.

Politisi Demokrat itu menyerahkan kepada BPJS untuk menjelaskan kepada masyarakat terkait hal ini. Komisi IX, sambungnya, hanya akan mengawasi kinerja BPJS dan belum akan melakukan tindakan untuk maalah ini.

"Biar BPJS yang jelaskan soal ini ke masyarakat. Komisi IX DPR justru untuk mengawasi BPJS, bukan MUI," kata dia.

Selain itu, saat pembuatan UU BPJS pada 2011, Dede mengatakan sudah melibatkan banyak pihak. Di antaranya ahli hukum, dan kelompok masyarakat yang ahli di bidang itu.

Kala itu, MUI tidak dilibatkan karena bukan mitra Komisi IX. Karenanya, meski ada fatwa MUI ini, tidak serta merta UU BPJS ini jadi gugur.

"UU BPJS yang dibuat DPR telah melewati dari banyak masukan para pakar ahli hukum, kelompok masyarakat yang ahli dibidang tersebut. Kalau UU sudah di sahkan, ya kita semua harus mengacu pada UU di Negara kita. MUI memandang dengan syariat Islam. Tapi UU di buat mengacu kepada Republik Indonesia," ujar Dede.

BERITA MENARIK LAINNYA: 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI