Suara.com - Aktivis HAM mencurigai alasan Mabes TNI yang menyatakan tak memiliki dokumen surat pemecatan purnawirawan Letjen TNI Prabowo Subianto seperti yang disampaikan dalam salah satu butir keputusan sidang permohonan di Komisi Informasi Publik (KIP) yang berujung penolakan.
Pengacara pemohon dari KontraS Feri Kusuma menyatakan agak muskil kalau sampai Mabes TNI mengaku tak menyimpan dokumen pemecatan.
"Cuma yang kita sayangkan, ini kan dokumen penting, sangat penting untuk pelurusan sejarah, terlebih lagi Presiden Jokowi janji untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu. Tapi salah satu dokumen penting itu tidak ditemukan oleh Mabes TNI. Ini bahaya untuk penegakan hukum dan HAM di negara kita," kata Feri di Kantor KIP, Jakarta, Rabu (29/7/2015)
"Yang paling penting adalah dokumen ini hilang atau dihilangkan? Tidak mungkin tidak ada dokumen ini di Mabes TNI. Bagaimana mungkin letnan jenderal dipecat tapi dokumennya tidak ada dan tidak tersimpan di Mabes TNI," sambung Feri.
Dia juga mengungkapkan sedang mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan baru ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menyusul putusan KIP.
Dalam putusan itu, KIP memutuskan informasi yang digugat pemohon bukanlah sebagai informasi yang terbuka/tertutup. Selain itu, pihak termohon juga mengakui ketidakkuasaannya terhadap informasi itu.
"Langkah selanjutnya akan kita diskusikan dengan teman-teman para pemohon,” kata Feri lagi.
Seperti diberitakan, Majelis hakim KIP menolak permohonan informasi publik yang diajukan para pegiat hak asasi manusia (HAM) kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPDI) Mabes TNI.
Adapun informasi yang dimohonkan itu permohonan informasi dan dokumen Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) atas sidang Dewan Kehormatan Perwira (DKP) dalam perkara penculikan dan penghilangan paksa 1997-1998. Kemudian proses sidang dan dokumen SK dan kebijakan terkait dikeluarkannya SK.
Dalam SK tersebut, memuat keputusan pemecatan Letjen Prabowo Subianto saat menjabat Pangkostrad terkait kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis pada tahun 1997-1998
"Memutuskan bahwa informasi yang dimohonkan pemohon berupa, pertama, Surat Keputusan pembentukan DKP Panglima ABRI dalam perkara penculikan dan penghilangan paksa 1997-1998, kedua, hasil keputusan sidang DKP atas perkara tersebut," kata Majelis Hakim Yhananu membacakan amar putusan.
"Dan, ketiga seluruh dokumen proses persidagan DKP serta kebijakan yg dihsilkan DKP ats perkara tersebut, tidak ditemukan dalam pnguasaan termohon, sehingga informasi tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai informasi terbuka/tertutup," ujarnya.