Suara.com - Perang, membuat Irak hancur. Dampak nyata dan paling dirasakan adalah anak-anak yang terlantar. Mereka kehilangan akses pendidikan dan akhirnya harus bekerja.
Bocah lelaki berusia 12 tahun, Mohammad Fadae berdiri di cuaca agak panas di Irak. Dia adalah pengungsi dari Kota Qamishli, Suriah. Fadae bersiap berangkat bekerja di sebuah toko di luar kawasan pengungsian Kawergosk di Irak.
"Saya mendapatkan 12.000 dinar (10 dolar AS) setiap hari. Aku ingin mendapatkan uang lebih banyak, tapi di luar tengah perang. Ada begitu banyak anak-anak seperti saya yang bekerja," cerita Fadae.
Fadae tinggal di Kawergosk selama 2 tahun. Dia ikut bersama keluarganya yang melarikan diri dari Suriah ke Irak. Untuk memenuhi kebutuhan, ia telah menjual permen di rambu lalu lintas di Erbil. Dia juga bekerja sebagai pencuci mobil, bekerja di peternakan di desa-desa dekat kamp. Bahkan dia pernah membantu penyelundupan orang. Namun itu tak lama setelah dia diancam dipenjara.
Di pengungsian Kawergosk, banyak anak-anak mondar-mandir dengan pakaian compang-camping. Mereka membawa tabung air besar atau melakukan tugas-tugas lain untuk keluarga mereka.
Menurut lembaga bantuan UNICEF, Save the Children, hanya 45 persen dari anak-anak yang terdaftar di sekolah-sekolah di pengungsian. Di luar kamp banyak anak-anak hidup dalam situasi buruk.
Sementara itu, lebih dari 1.000 gedung sekolah di seluruh wilayah Kurdi, Irak yang digunakan sebagai tempat penampungan sebanyak hampir 50.000 pengungsi Irak. Sebesar 76 persen anak-anak Irak yang terlantar juga telah melewatkan satu tahun sekolah.
Fadae bisa bicara bahasa Arab, Kurdi, dan bahasa Inggris. Dia belajar di sekolah yang didirikan UNICEF. Sekarang dia tidak sekolah.
"Saya menikmati sekolah, tapi saya juga harus mengurus keluarga saya. Aku bisa melakukan satu hal pada suatu waktu," katanya.
Bahaya paling besar sebenarnya anak-anak yang berusia remaja berpotensi jadi target ISIS untuk dijadikan anggota. Hanya saja Pemerintah setempat di Erbil tidak memberikan rincian tentang kasus anak-anak yang ditargetkan oleh ISIS. Tapi seorang pejabat dari partai politik lokal Kurdi di Erbil mengatakan ada banyak kasus upaya meradikalisasi anak-anak yang ada di jalanan.
Menurut LSM setempat, lebih dari tiga-perempat dari pengungsi dan anak-anak pengungsi di Irak bekerja sampai 12 jam sehari. (Al Jazeera)