Suara.com - Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Sutiyoso enggan disebut kecolongan pada saat insiden Tolikara, Papua pada Jumat pekan lalu (17/7/2015).
"Ya silakan saja lah, kamu nilai sendiri saja," kata Sutiyoso usai menghadiri acara di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (22/7/2015).
Menurutnya, BIN sudah melakukan langkah antisipatif. Namun, langkah itu tidak bisa meredam warga hingga akhirnya kerusuhan pecah.
"Pada tanggal 11 seluruh aparat sudah tahu karena ada edaran tidak bolehsSalat Id dari Gereja Injili di Indonesia (GIDI), tapi yang tandatangan bukan presidennya. Jadi kita semua sudah tahu pada tanggal 11 itu," ujarnya.
Kemudian, sambungnya, pada tanggal 13, Kapolres setempat dengan baik merespon dan mengadakan rapat bersama Muspida, ulama, serta presiden GIDI. Rapat ini menyimpulkan, supaya pelaksanaan Salat Id tetap dilaksanakan.
"Yang penting adalah isi rapat itu, yaitu salat Id diminta semua pihak termasuk presiden GIDI, harus dilaksanakan. Tetap dilaksanakan dan presiden GIDI akan mencabut surat edaran yang dianggap tidak melalui dia, yaitu oleh salah satu pengurus dan sekretaris saja," katanya.
Saat pelaksanaan salat Id, sambung Sutiyoso, aparat keamanan juga sudah melakukan penjagaan. Namun, jumlah personel yang kurang membuat insiden tersebut tetap terjadi.
"Cuma anda perlu tahu, di kota kecil kaya gitu dan pasukan terbatas, yaitu cuma 42. Lagian dia pikir kan semua pihak sudah setuju, termasuk presiden GIDI, tapi ternyata diserbu seperti itu dengan massa yang banyak dan liar," ujarnya.
Bagaimana aparat bisa melakukan penembakan terhadap masa, menurut Sutiyoso tentu hal itu sudah melewati prosedur. Bila memang aparat melakukan kesalahan tentu juga perlu diusut tuntas.
BIN saat ini, sambungnya, juga tengah memfokuskan diri untuk mencari tokoh intelektual yang membuat insiden ini tetap terjadi.