Suara.com - Staf Khusus Presiden Joko Widodo yang juga Kepala Lembaga Masyarakat Adat Papua (sebelumnya ditulis Ketua Kepala Suku Papua), Lenis Kogoya, mengatakan kerusakan infrastruktur akibat insiden yang terjadi di Kabupaten Tolikara, Papua, akan diperbaiki.
"Saya janji akan memberikan perbaikan kerusakan-kerusakan yang ada di sana baik itu musala, kios, dan rumah warga yang terkena dampak kericuhan kemarin," kata Lenis kepada wartawan di gedung Sekretariat Negara, Jakarta.
Lenis mengatakan sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum untuk memperbaiki bangunan yang terbakar.
"Iya saya sudah bicara dengan pak Menteri PU untuk melakukan pembangunan kembali kerusakan yang ada di Tolikara, termasuk pasar mama-mama (pasar tradisional) yang terkena imbas dari kericuhan," kata dia.
Lenis juga mengimbau masyarakat agar menahan emosi atau tidak terpancing dengan membalas dendam.
Pemerintah dan aparat penegak hukum, katanya, sedang menangani masalah Tolikara yang terjadi bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, Jumat (17/7/2015) pagi.
"Saya minta warga Tolikara untuk tahan emosi jangan terprovokasi hingga masalah ini diketahui sebab musababnya. Jangan bertindak sendiri," katanya.
Bukan konflik agama
Lenis menyampaikan permohonan maaf kepada umat Islam di seluruh dunia, khususnya Papua, atas insiden pembakaran musala di Kabupaten Tolikara.
Lenis mengatakan pascainsiden sudah meminta penjelasan dari masyarakat setempat untuk mencari tahu duduk perkara. Berdasarkan keterangan warga, insiden tersebut jauh dari konflik keagamaan, apalagi kebencian terhadap umat Islam.
"Ini musibah tidak ada konflik keagamaan. Kebersamaan agama di Papua semua tidak ada masalah, kita hidup rukun satu sama lain dan saling menghormati. Tidak ada unsur kebencian umat. Tolikara nggak pernah ada konflik agama, kalau konflik suku sering," kata Lenis.
Lenis mengatakan kericuhan tersebut disebabkan di hari yang sama ada dua agenda yang sedang berlangsung. Dan lokasinya berdekatan. Di satu pihak ada umat Islam yang sedang melaksanakan salat Idul Fitri, sementara di lain pihak, ada pemuda gereja GIDI yang menggelar acara kongres.
Kedua belah pihak sama-sama menggunakan pengeras suara. Karena saling tidak terima dan masing-masing merasa terganggu, kericuhan pun terjadi.
"Jadi mereka ini ada dua agenda yang bersamaan. Dipicunya itu dari pengeras suara. Karena sama-sama menggunakan dan saling mengganggu satu sama lain, ini membuat kericuhan dengan warga," katanya.