Suara.com - Kepala Kepala Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional, Thomas Djamaluddin, mengatakan tak melulu masalah cuaca, cahaya yang sangat tipis juga menjadi ganjalan dalam pengamatan hilal untuk menentukan 1 Syawal 1436 H.
Thomas menambahkan hilal yang terlalu rendah atau terlalu dekat dengan matahari sulit untuk diamati karena kalah terang.
"Masalah utama rukyat atau pengamatan hilal selain cuaca adalah masalah kontras cahaya hilal yang sangat tipis dan redup dengan cahaya senja. Hilal yang terlalu rendah atau terlalu dekat dengan matahari sulit teramati karena kalah terang," ujar Thomas, Kamis (16/7/2015).
Menurut dia, selama ini para pengamat hilal menggunakan teleskop yang berpandu dengan komputer dan dilengkapi kamera digital untuk memperjelas hilal.
"Teleskop yang berpandu komputer dan dilengkapi kamera digital serta sistem olah citra sudah banyak digunakan oleh para pengamat hilal," kata Thomas.
Namun, alat ini tidak bisa meningkatan kontras, sedangkan penggunaan filter untuk meningkatkan kontras cahaya terkendala, karena ada kemiripan pancaran cahaya hilal dan cahaya senja.
Mengenai penetapan 1 Syawal, Thomas mengungkapkan posisi bulan di Indonesia pada Maghrib 16 Juli 2015 secara umum terlalu rendah sehingga hilal kalah terang dari cahaya senja.
"Tingginya kurang dari 3 derajat dan terlalu dekat matahari dengan jarak bulan-matahari kurang dari 6 derajat dengan umur 9,5 jam. Posisi itu menyebabkan hilal kalah terang dari cahaya syafak (cahaya senja)," kata dia.
Melihat ini, maka memunculkan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, ada saksi yang melihat dan bersedia disumpah. Secara astronomi kesaksian ini ditolak, namun secara syar'i mungkin sidang menerimanya.
"Bila disepakati dalam sidang, Menteri Agama akan memutuskan 1 Syawal 1436 H jatuh pada Jumat, 17 Juli 2015," kata Thomas.
Kemungkinan kedua, tidak ada kesaksian hilal atau jika kesaksian namun ditolak.
Bila hal ini terjadi, Menteri Agama akan memutuskan 1 Syawal pada Sabtu, 18 Juli 2015.
Thomas menambahkan penentuan 1 Syawal saat ini baik oleh LAPAN, PBNU, Muhammadiyah kemungkinan akan seragam, karena masing-masing sudah menggunakan software astronomi yang sama.