Menag: Perayaan Idul Fitri Bisa Jadi Tak Serentak

Esti Utami Suara.Com
Rabu, 15 Juli 2015 | 07:58 WIB
Menag: Perayaan Idul Fitri Bisa Jadi Tak Serentak
Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudiin saat Sidang Itsbat Ramadan. (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penentuan 1 Syawal 1436 Hijriah  baru akan digelar Kamis (16/7/2015), tapi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memperkirakan Idul Fitri tahun ini bisa saja dirayakan pada hari yang berbeda, tetapi mungkin pula berlangsung serentak.

Dalam sidang isbat Kemenag akan melibatkan sejumlah perukyat untuk menyaksikan hilal (sabit bulan baru yang menandai masuknya bulan baru) di sejumlah lokasi di Indonesia. Penentuan 1 Syawal, katanya, akan merujuk pada kesaksian para perukyat tersebut dan tidak tertutup kemungkinan Idul Fitri akan dirayakan pada hari yang tak sama.

"Dari sisi kemungkinan, beda itu ada. Tapi untuk disamakan juga besar peluangnya. Kami berharap semua satu pandangan menentukan hilal itu terlihat seperti apa (sehingga 1 Syawal dirayakan bersamaan). Tapi kalau perbedaan itu tidak bisa disamakan, kita harus berjiwa besar untuk menghargai itu," kata Lukman.

Lewat maklumatnya, PP Muhammadiyah sudah menetapkan bahwa 1 Syawal 1436 H jatuh pada Jumat (17/7/2015). Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan, penetapan ini sesuai dengan hisab hakiki wujudnya hilal Majelis Tarjih dan Takdir PP Muhammadiyah.

"Muhammadiyah sudah memutuskan karena ijtima akhir Ramadhan akan terjadi pada hari Kamis pukul 08:26, dan waktu matahari terbenam pada hari itu bulan belum terbeban sempat ada di atas ufuk,
berada di ketinggian sekitar 3 derajat," ujarnya.

Keputusan Idul Fitri dari pemerintah bisa jadi sama jika memang hilal terlihat lebih dari dua derajat, tapi jika sebaliknya mungkin akan terjadi perbedaan perayaan Idul Fitri di Indonesia.

"Ini jangan dibesar-besarkan, Insya Allah umat bisa menerima," ujar Din Syamsuddin sambil menambahkan bahwa penentuan yang dilakukan kedua pihak tidak main-main dan tidak mengada-ada. Sehingga ada baiknya sikap toleransi antarumat Islam yang lebih diutamakan.

Sementara itu penjelasan ilmiah Mathla'ul Anwar terkait penentuan tangal 1 Syawal adalah, untuk daerah Jakarta dan sekitarnya tanggal 16 Juli 2015 matahari akan terbenam tepatnya pada pukul 5:53 (17:53) dan hilal akan muncul 14 menit setelah matahari terbenam.

"Dengan munculnya hilal 14 menit setelah matahari terbenam, berarti menunjukkan bahwa tanggal 17 juli adalah tanggal 1 Syawal," kata PB Mathala'ul Anwar dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/7/2015).

Ada pun untuk daerah Mekkah dan sekitarnya hilal akan muncul 12 menit setelah matahari terbenam. Dan untuk daerah Maroko, hilal muncul 21 menit setelah matahari terbenam, tulisnya. Maka dengan dasar ilmiah itulah, Mathla'ul Anwar menentukan bahwa 1 Syawal jatuh pada 17 Juli 2015. Namun, Mathla'ul Anwar mengaku juga siap merayakan Idul Fitri bersama dengan pemerintah dan ormas-ormas Islam lainnya..

Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Ismail Yusanto menyatakan bahwa metode yang digunakan oleh HTI dalam menetapkan jatuhnya 1 Syawal 1436 Hijriyah adalah melalui rukyat global.

"Rukyat global di sini maksudnya posisi hilal terlihat di mana pun, itu bisa dijadikan dasar penetapan 1 Syawal, dan tidak harus terlihat di Indonesia, kata Yusanto sambil menambahkan bahwa HTI juga akan melakukan rukyat di beberapa tempat.

Namun demikian, HTI masih menunggu hasil rukyat dari seluruh dunia, termasuk dari wilayah Indonesia pada akhir Ramadhan, pada 16 Juli 2015 petang. HTI, ujarnya, akan mengikuti hasil rukyat yang dilakukan pemerintah Indonesia hari Kamis.

Perbedaan kriteria Pada 29 Ramadan, menurut Menag, akan digelar sidang istbat yang diawali dengan laporan dari pelaku rukyat. Mereka yang akan disebar di setiap provinsi di Tanah Air ini memiliki titik-titik tertentu yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk melihat hilal.

"Pada sidang istbat, kami akan mendengarkan laporan dari mereka, apakah di antaranya ada yang bisa melihat hilal atau tidak," kata Lukman.

Sebab, kalau ada yang melihat hilal, maka artinya malam itu sudah masuk 1 Syawal sehingga besoknya bisa dilakukan shalat Idul Fitri. Tetapi, kalau tidak ada satup un yang melihat hilal, ujarnya, maka hal itu akan dikembalikan kepada para peserta sidang istbat untuk menyampaikan pandangannya. Namun, dia menyatakan bahwa posisi hilal sekarang ini sesungguhnya sudah di atas ketentuan imkanurukyat.
Imkanurukyat, adalah posisi di mana hilal  sesungguhnya dimungkinkan untuk dilihat.

"Tetapi yang dimungkinkan bisa dilihat itu memang belum dipastikan bisa dilihat karena bisa saja tertutup oleh awan atau ada mendung dan lainnya," kata Lukman.

Dia menyebutkan, pada intinya pemerintah masih harus menunggu bagaimana keputusan yang dihasilkan oleh sidang istbat dalam menetapkan 1 Syawal 1436 Hijriyah tahun ini. Terkait dengan kemungkinan adanya perbedaan dalam penetapan 1 Syawal, Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah, Abdul Mu'thi menilai perbedaan dalam penetapan satu Syawal disebabkan perbedaan kriteria masing-masing ormas.

Pemerintah harus memastikan setiap ormas dapat merayakan Idul Fitri sesuai keyakinan masing-masing.

"Muhammadiyah sudah membuat keputusan dan menyampaikan ke publik bahwa idul Fitri akan jatuh pada 17 Juli 2015. Pemerintah, tentu belum bisa menyampaikan sekarang karena sidang isbat baru akan diselenggarakan tanggal 16 sore," kata Abdul Mu'thi.

Mu'thi berpendapat, masing-masing ormas memang memiliki kriteria yang berbeda dalam penetapan awal dan akhir Ramadhan. Kriteria itu dibuat oleh ormas berdasarkan keyakinan masing-masing. Hal ini tidak dapat dicampuri oleh pemerintah, lantaran termasuk wilayah itiqadiyah/keyakinan.

Menurut dia, yang perlu diperkuat sekarang bukan upaya untuk menyamakan, tapi menumbuhkan toleransi di tengah umat. Masyarakat perlu memahami prinsip-prinsip dan metode yang dipakai oleh masing-masing ormas dalam penetapan awal dan akhir Ramadhan. Dengan demikian, semua elemen masyarakat dapat saling menghormati.

Selain membangun kesadaran masyarakat, kata Mu'thi, pemerintah perlu memfasilitasi dan memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat yang merayakan Idul Fitri yang berbeda dengan keputusan pemerintah.

Ia mengisahkan, pengalaman tahun-tahun sebelumnya, masih ada kesulitan yang dihadapi oleh sebagian warga Muhammadiyah. Misalnya, terkait perizinan alun-alun atau fasilitas milik pemda untuk keperluan shalat Ied.

"Ini menjadi bagian dari tugas pemerintah untuk bisa memberikan jaminan dan memfasilitasi setiap umat," ujarnya sambil menegaskan tidak boleh ada ancaman-ancaman terhadap pegawai atau masyarakat yang merayakan hari raya berbeda dengan pemerintah. (Antara)

REKOMENDASI

TERKINI