Suara.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatasi konflik antara Komisi Yudisial (KY) versus Bareskrim Polri terkait penetapan dua komisioner KY sebagai tersangka pencemaran nama baik atas laporan Hakim Sarpin.
"Itu bukan soal pribadi tapi ada desain tersembunyi untuk mengarahkan siapapun yang kritis dalam jeratan kriminalisasi dan intimidasi. Kalau sebelumnya KPK, maka sekarang KY, lalu berikutnya adalah LSM-LSM yang kritis," kata Kepala Bidang Internal LBH Surabaya Istiqfar Ade N di Kantor LBH Surabaya, Selasa (14/7/2015).
Dalam pernyataan sikap Aliansi Tolak Kriminalisasi dan Pelemahan KY yang melibatkan LSM, mahasiswa, dan akademisi, ia menjelaskan pihaknya meminta Presiden Jokowi untuk menghentikan kriminalisasi KY sekarang juga dan mengambil sikap tegas untuk menolak kriminalisasi pimpinan KY itu.
"Kami juga mendesak Presiden Jokowi untuk menolak penghapusan KY yang diungkapkan Hakim Agung Suwardi dalam sebuah pertemuan pimpinan MA dan MPR pada beberapa waktu lalu," katanya saat membacakan pernyataan sikap Aliansi yang terdiri dari LBH, Kontras, Pusham, MCW, SCCC, dan sebagainya.
Menurut dia, KPK, KY, MK, dan sejumlah lembaga negara merupakan amanat reformasi untuk membentuk lembaga penyeimbang dalam proses demokrasi yang berjalan, karena itu upaya kriminalisasi dan pelemahan lembaga negara itu merupakan ancaman terhadap demokrasi.
"Karena itu, Presiden Jokowi harus menggunakan kewenangannya untuk menciptakan stabilitas, sehingga bangsa ini tidak banyak diributkan segala hal yang memperkeruh keadaan, tapi bisa fokus pada upaya membangun untuk memenuhi janji kepada bangsa ini," katanya.
Senada dengan itu, ahli hukum tata negara Universitas Airlangga (Unair) Surabaya M Syaiful Aris SH MH LLM menilai penetapan komisioner KY sebagai tersangka yang dilakukan Bareskrim Polri itu mengada-ada, karena pendapat kritis merupakan hal biasa.
"Bahkan, dalam dunia akademis itu, bukan hanya kritis, melainkan justru menguji. Dalam dunia akademis itu, ada eksaminasi atas putusan pengadilan untuk menguji keterkaitan antara putusan secara riil dengan teori hukum yang ada," katanya.
Selain itu, katanya, penetapan komisioner KY sebagai tersangka juga sangat janggal, karena penetapan itu sangat cepat dibandingkan dengan pengaduan masyarakat kepada Polri. "Jadi, ada desain dengan penetapan tersangka untuk komisioner KY, juga sebelumnya KPK," katanya.
Menurut mantan Direktur LBH Surabaya itu, komentar komisioner KY terkait putusan Hakim Sarpin juga tidak terlalu salah, karena putusan pengadilan yang sudah dibacakan itu bersifat terbuka untuk publik dan siapapun berhak mengomentari, termasuk KY.
"Apalagi, sikap komisioner KY selama ini sudah sesuai dengan Pasal 24b UUD 1945 dan UU 18/2011 tentang KY untuk menjaga kehormatan, keluhuran, martabat, dan perilaku hakim, sebab Hakim Sarpin memang salah mengutip keterangan ahli yang dijadikan pertimbangan dalam memutuskan, lalu Sarpin menyebut Prof Sidharta sebagai ahli hukum pidana, padahal ahli filsafat hukum," katanya.
Untuk itu, Presiden harus menyatakan sikap untuk menciptakan stabilitas dan sekaligus menata hubungan antar-lembaga yang selama ini bersinggungan dalam fungsi, seperti MA-KY, KPK-Polri, DPR-DPD, dan sebagainya, sehingga konflik yang membuang energi tidak akan terulang terus menerus. (Antara)
Jokowi Didesak Atasi Konflik Sarpin VS KY
Ardi Mandiri Suara.Com
Rabu, 15 Juli 2015 | 04:49 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Profil Maruarar Sirait: Menteri Perumahan Sebut Jokowi "Macan Tidur"
23 November 2024 | 19:09 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI