Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen Indonesia menilai kebebasan berpendapat dan kebebasan mendapatkan informasi tengah mendapat ancaman serius. Saat ini beberapa orang yang mengeluarkan pendapat kritis dan beberapa pejabat negara yang mengeluarkan informasi untuk publik sedang menghadapi tuntutan hukum pidana karena pernyataannya.
Kritik terhadap pejabat publik maupun calon pejabat negara melalui media dinilai sebagai upaya pencemaran nama baik, penghinaan, kemudian dilaporkan ke kepolisian. Peristiwa terbaru adalah penetapan dua komisioner Komisi Yudisial Suparman Marzuki dan Taufiequrachman Sauri, yang menjadi tersangka dalam kasus pencemaran nama baik.
“Penetapan tersangka ini mengancam kebebasan pers karena terjadi penyalahgunaan wewenang penyidik Kepolisian Republik Indonesia atas hak konstitusional warga negara atas informasi publik,” kata Ketua Umum AJI Suwarjono, Selasa (14/7/2015).
Ia menambahkan menjadi tersangka dugaan pencemaran nama baik merupakan kriminalisasi terhadap wewenang Komisi Yudisial.
Suwarjono mengingatkan pernyataan yang disampaikan oleh kedua komisioner terkait masalah etis putusan hakim Sarpin Rizaldi dalam sidang praperadilan penetapan tersangka Budi Gunawan merupakan pelaksanaan wewenang konstitusional Komisi Yudisial.
“Penetapan kedua komisioner sebagai tersangka mengancam hak konstitusional warga negara atas informasi. Dalam menjalankan wewenangnya, Komisi Yudisial mengumumkan perkembangan kasus dan penilaian atas dugaan pelanggaran etika Hakim Sarpin Rizaldi kepada pers. Jika hal itu dikriminalisasi, maka ke depan pejabat publik yang lain akan merahasiakan informasi terkait pelaksanaan kewenangannya. Pers terancam gagal menjalankan mandat UU Pers untuk memenuhi hak publik atas informasi,” kata Suwarjono.
Sejak Jenderal Badrotin Haiti memimpin Polri, penyidik Polri terus mengkriminalisasi para warga negara yang kritis menyatakan pendapatnya. Kriminalisasi yang dilakukan dengan delik-delik defamasi itu antara lain dialami aktivis Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho dan Adnan Topan Husodo, serta mantan penasihat KPK Said Zainal Abidin. Ketiganya dilaporkan Romli Atmasasmita, salah satu kandidat panitia seleksi (pansel) Komisi Pemberantasan Korupsi.
Delik defamasi juga dimanfaatkan Hakim Sarpin untuk menjerat dua dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari dan Charles Simabura. Lagi-lagi, pengaduan Hakim Sarpin pun segera ditangani penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Sumatera Barat.
"Meski kabar terakhir menyebutkan pengaduan itu dicabut, namun cepatnya proses penyidikannya menjadi sinyal upaya mengkriminalisasi pendapat seseorang. Penyidik kepolisian secara sistematis mempercepat penyidikan kasus yang sebenarnya terkait hak konstitusional warga negara untuk mengkritis penyelenggaraan negara," kata Suwarjono.
Kasus-kasus itu menambah panjang daftar kriminalisasi penyampaian pendapat oleh warga negara, antara lain melalui delik pencemaran nama baik UU Informasi dan Transaksi Elektronik.