Suara.com - Mendekati Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran, pedagang musiman yang menjual janur ketupat atau daun kelapa muda mulai marak di pasar tradisional di Solo, Jawa Tengah. Sebagian besar pedagang berasal dari wilayah Salatiga dan Klaten. Mereka memanfaatkan momen Lebaran tersebut untuk mengais rizki.
Seorang pedagang janur asal Salatiga, Agus mengatakan, sudah tiga tahun berjualan janur ketupat. Untuk menjajakan janur ketupatnya tersebut, Agus memilih lokasi di Pasar Legi. Sebab, pasar tradisional ini dikenal sebagai pasar induk kebutuhan pokok di Solo.
Sehingga banyak pembeli dari berbagai wilayah yang menyerbu kebutuhan pokok di pasar tersebut.
"Saya dari Salatiga habis isya' dan tidur di pasar. Sudah tiga tahun ini saya berjualan janur ketupat. Soalnya juga sudah tradisi tahunan," kata Agus ketika ditemui Suara.com di sela-sela menjajakan janur ketupat di kawasan Jalan Letjen Suparman Pasar Legi, Selasa (14/7/2015) pagi.
Janur ketupat yang dia jual langsung dipetik dari kebun kelapa miliknya daerah Kopeng, Salatiga. Karena lebih menguntungkan ketimbang membeli janur ketupat dari pengepul. Sekali berjualan, Agus bisa membawa 40 bongkok janur ketupat.
Satu bongkok janur ketupat berisi antara 100-150 lembar dijual dengan harga Rp130-Rp150 ribu. Bahkan, setiap kali berjualan Agus bisa meraup keuntungan sampai jutaan rupiah.
"Selain di Solo, janur ketupat ini juga saya jual di wilayah Semarang. Tetapi paling banyak dijual di Solo. Puncak penjualan biasanya H-2 Lebaran."
Pedagang lain, Agus Sri Widodo mengaku baru pertama kali menjual janur ketupat Lebaran. Ia membeli dari pengepul dengan harga Rp130 ribu kemudian dijual lagi ke pembeli Rp150 ribu per bongkok.
Meski hanya untung sedikit, warga asli Klaten ini mengaku bersyukur keuntungannya tersebut dapat digunakan untuk tambahan penghasilan.
"Biasanya saya membeli dari pengepul 16 bongkok. Kemudian saya jual lagi di Solo dan Klaten. Hasilnya lumayan bisa untuk tambahan kebutuhan di keluarga," papar Sri.
Awas, Daging Tak Layak Konsumsi Masih Beredar Bebas
Sejumlah daging tak layak konsumsi kembali ditemukan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah dalam inspeksi mendadak di beberapa pasar tradisional di Solo, hari ini.
Pantauan Suara.com, sidak dilakukan melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja, Dinas Peternakan Solo, Dinas Pengelolaan Pasar dan Kepolisian. Selama sidak berlangsung, petugas berhasil menyita 2,5 kilogram daging paru-paru yang mengandung antrakosis atau penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh debu batubara.
“Ditemukan daging paru-paru yang mengandung antrakosis dan tidak layak konsumsi di Pasar Legi. Karena dagingnya berwarna kehitaman langsung kita sita,” terang Kepala Seksi Produk Hewani Bidang Masyarakat Veteriner Disnakan Jawa Tengah, Hermawan Setiadi.
Selain itu, sidak dengan membagi dua tim tersebut juga menemukan sejumlah daging ayam rusak dan diduga diberikan bahan pengawet. Meski demikian, pihaknya menjamin dari pedagang daging di beberapa pasar tradisional yang disidak daging yang dijual aman dikonsumsi.
“Hanya beberapa pedagang saja yang menjual daging tak layak konsumsi. Tapi sebagian besar aman dan tadi pedagang juga membawa surat resmi dari Dispertan,” katanya.
Daging yang mengandung antrakosis tersebut selanjutnya akan dimusnahkan dengan cara dibakar di ruang crematorium milik Dispertan Solo. Sementara pedagang yang masih nekat menjual daging tak layak konsumsi diberikan pembinaan.
“Sidak ini kita lakukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat menjelang Lebaran. Di Pasar Nusukan, Legi, Harjodaksino, Sidodadi Kleco, dan tempat penampungan daging di Jagalan, Jebres. Biasanya mendekati Lebaran banyak pedagang nakal untuk mencari keuntungan dengan menjual daging tak layak konsumsi,” tambah Kasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Dispertan Solo, Bagus Sarwoko.
Sementara salah seorang pedagang daging yang terkena razia, Tuti mengatakan, daging sapi yang dijualnya berasal dari wilayah Boyolali. Ia tidak tahu jika ada petugas yang akan melakukan razia daging yang dijualnya.
“Daging paru-paru disita petugas katanya terkena penyakit antrakosis,” kata warga Boyolali. (Labib Zamani)