Suara.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) sudah menjemput paksa Bupati Morotai, Rusli Sibua, Rabu siang (8/7/2015), dari salah satu Hotel di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Saat ditanya dalam pemeriksaan, Rusli menerangkan alasan dirinya tidak hadir pada dua panggilan karena sedang mengajukan gugatan praperadilan dan menganggap keterangan saksi tidak benar.
"Dia (Rusli) menganggap saksi-saksi memberi keterangan tidak benar dan sedang mengajukan praperadilan sehingga tidak datang," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Proharsa Nugraha di Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Sementara terkait pemanggilan paksa terhadap Rusli hari ini, Priharsa menjelaskan bahwa hal tersebut sudah aesuai dengan aturan yang ada. Pasalnya, pada dua panggilan sebelumnya Rusli tidak hadir tanpa memberi keterangan yang tidak patut kepada penyidik KPK.
"Ini panggilan ketiga dengan disertai surat perintah penjemputan. Sesuai KUHAP jika tersangka dipanggil tidak hadir tanpa keterangan atau memberi keterangan tidak patut kepada penyidik, makanya penyidik bisa menjemput paksa,kali ini penyidik melakukannya," tutup Priharsa.
Kasus dugaan suap penanganan pilkada Morotai ini merupakan pengembangan kasus suap terhadap Akil Mochtar sewaktu menjabat sebagai hakim MK.
Akil kini sudah divonis hukuman penjara seumur hidup dalam kasus suap penanganan perkara di MK.
Permainan suap Rulis dalam sengketa pilkada Morotai 2011 di MK terungkap dalam dakwaan Akil Mochtar yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis 20 Februari 2014.
Menurut jaksa, Akil menerima Rp2,989 miliar supaya memenangkan Rusli Sibua-Weni R. Paraisu dalam pilkada itu.
Akibat perbuatannya, Rusli diduga melanggar pasal 6 ayat 1 huruf a UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana dibuah UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.