Kasus Dokumen Palsu, Samad Makin Yakin Korban Kriminalisasi

Kamis, 02 Juli 2015 | 15:37 WIB
Kasus Dokumen Palsu, Samad Makin Yakin Korban Kriminalisasi
Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad tiba di Kantor Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta, Kamis (2/7). [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Abraham Samad kembali diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen‎ di Bareskrim Polri, Kamis (2/7/2015).

‎Usai menjalani pemeriksaan sekitar tiga jam lamanya, Samad semakin yakin perkaranya bagian dari kriminalisasi. Sebab, pertanyaan yang diajukan penyidik sama dengan pemeriksaan sebelumnya, tidak ada substansi hukum.

"Saya anggap perkara ini bolak-balik terus, kasus ini bagian dari kriminalisasi hukum. Akal sehat saya melihat ini kriminalisasi hukum yang dialamatkan kepada saya‎," kata Samad.

Menurutnya kasus dugaan pemalsuan dokumen yang dituduhkan tak lepas dari posisinya yang ketika itu sebagai Ketua KPK.

Samad dijadikan tersangka ketika dia memimpin proses pengusutan kasus dugaan korupsi yang ketika itu disangkakan kepada Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Waktu itu, Budi sedang disiapkan menjadi calon Kapolri. Gara-gara kasus ini, Budi gagal menjadi Kapolri.

"Kasus ini tidak lepas dari posisi saya waktu itu pimpinan KPK aktif, posisi itu penuh dengan risiko. Saya ikhlas terima resiko ini sebagai sebuah perjuangan," katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Polda Sulawesi Selatan Barat menetapkan Samad menjadi tersangka pada Selasa (17/2/2015). Alumnus Universitas Hasanuddin, Makassar, disangka memalsukan dokumen milik Feriyani Lim (28) pada 2007. Dokumen yang dimaksud berupa Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, dan paspor.

Samad dijerat Pasal 263, 264, 266 KUHP, dan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah dilakukan perubahan pada UU nomor 24 Tahun 2013 dengan ancaman hukumannya maksimal delapan tahun penjara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI