Suara.com - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana diperiksa penyidik Bareskrim Polri sebagai tersangka kasus dugaan korupsi program pembayaran paspor secara elektronik atau payment gateway, Rabu (1/7/2015). Sekitar enam jam diperiksa, Denny dicecar sepuluh pertanyaan.
Kepada penyidik, Denny menegaskan tidak ada korupsi dalam program payment gateway. Menurutnya, pembayaran pembuatan paspor secara online adalah bagian dari pelayanan publik yang efektif dan efisien.
"Di hari lahir Bhayangkara ini saya ingin menegaskan bahwa yang kami lakukan di Kemenkum HAM bukan korupsi. Ini adalah inovasi pelayanan publik dan perbaikan pelayanan publik itu resep utamanya teknologi," kata Denny usai diperiksa di Bareskrim Polri.
Dia menjelaskan payment gateway cuma salah satu elemen untuk memperbaiki sistem pelayanan yang sebelumnya manual dengan antri di loket. Sebab dengan sistem yang manual dengan antri sering menimbulkan pungutan liar.
"Karena itu kami mengundang PT. Kereta Api yang sudah sukses memudahkan masyarakat (menggunakan pelayanan online). Mereka mempresentasikan sistem yang kami adopsi," ujarnya.
Oleh sebab itu, Denny mengajukan saksi meringankan yaitu ahli hukum pidana sekaligus guru besar UGM Yogyakarta. Dia berharap ada pemahaman yang utuh dari penegak hukum dalam melihat kasus tersebut.
"Saya mengajukan saksi meringankan yaitu Prof. Dr. Eddy OS Hiariej, Guru Besar Universitas Gajah Mada," katanya.
Pemeriksaan kali ini merupakan pemeriksaan kelima bagi Denny dalam statusnya sebagai tersangka.
Dalam kasus payment gateway, penyidik baru menetapkan satu orang tersangka, yakni Denny.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tersebut dikenai Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 23 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UUU Nomor 31 Tahun 199 jo Pasal 421 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang menyalahgunaan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Sementara Kadivhumas Polri Irjen Anton Charliyan menyatakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan menunjukkan ada indikasi kerugian negara sebesar Rp32 miliar dari pengadaan proyek tersebut. Selain itu didapati pula adanya pungutan liar senilai Rp605 juta.
Penyelidikan Polri bermula dari laporan BPK pada Desember 2014. Kemudian pada 10 Februari 2015, Bareskrim Polri menerima laporan Andi Syamsul Bahri atas dugaan keterlibatan Denny Indrayana dalam kasus korupsi ketika masih menjabat sebagai Wamenkumham.
Polri juga sudah memeriksa puluhan saksi dalam penyidikan, termasuk di antaranya mantan Menkumham Amir Syamsuddin, Dirut PT. Bank Central Asia, Tbk, Jahja Setiaatmadja dan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.