Suara.com - Calon Kepala BIN Sutiyoso memaparkan visinya dalam uji kelayakan (fit and proper test) calon kepala Badan Intelijen Negara (KaBIN) di Komisi I DPR, Jakarta, Selasa (30/6/2015). Sutiyoso memaparkan, dirinya ingin membangun BIN yang tangguh dan profesional serta mampu menyediakan informasi intelijen secara cepat tepat dan akurat dalam rangka deteksi dini dan peringatan dini untuk mencegah penangkal dan menanggulangi segala bentuk ancaman yang membahayakan eksistensi keutuhan dan kepentingan nasional.
"BIN yang tangguh dan profesional itu tentu dengan semua aspek mulai dari struktur organisasinya sumber daya, kegiatan dan operasinya hingga perlatannya. Sehingga semua harus dibangun secara modern maju dan sejalan dengan standar terbaik di dunia. Ketangguhan dan profesionalisme tersebut sangat multak dibutuhkan guna menghasilkan intelijen negara yang cepat tepat dan akurat. Dan 3 unsur ini harus dipunya secara simultan," kata Sutiyoso dalam rapat, di Komisi I, Jakarta, Selasa (30/6/2015).
Selain itu, Sutiyoso juga menyampaikan 11 butir misi, mulai dari penguatan koordinasi intelijen negara hingga modernisasi peralatan. Sedangkan, untuk program yang dirumuskan ada 8, di mana salah satunya adalah penguatan kelembagaan BIN yang meliputi 7 bagian.
Sutiyoso mengatakan, dirinya siap menjabat sebagai KaBIN dan sudah resmi mundur dari jabatannya di Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
"Sejak 15 Juni 2015 secara resmi telah mengundurkan diri dari ketum PKPI. Ketika saya dipanggil presiden pada tanggal 8 Juni untuk dicalonkan cakabin saya langsung menyampaikan ke beliau bahwa saya akan segera mundur dari PKPI. Bagi saya bangsa dan negara harus ditempatkan di atas kepentingan politik/golongan. Ini adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi," katanya.
Setelah memaparkan visi, rapat dilanjutkan secara tertutup. Ketua Komisi I Mahfudz Siddiq mengetuk palu dan meminta waktu skors untuk mengosongkan ruang rapat.
"(Visi) ini menunjukan pengalaman beliau orang yang lama di intelijen. Nah, Biasanya, kalau bicara misi itu makin canggih, dan pertanyaan akan makin njelimet. Karenanya, misi dan program tertutup karena pertimbangan kerahasiaan dan sensitivitas keamanan," kata Mahfudz.