Gelombang Panas Tewaskan 400 Orang, Akankah Hujan Menolong?

Ruben Setiawan Suara.Com
Selasa, 23 Juni 2015 | 15:52 WIB
Gelombang Panas Tewaskan 400 Orang, Akankah Hujan Menolong?
Seorang karyawan rumah pemakaman di Karachi, Pakistan mempersiapkan sebuah peti mati. (Reuters/Akhtar Soomro)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Gelombang panas yang melanda Pakistan bagian selatan telah menelan lebih dari 400 orang di Kota Karachi dalam tiga hari terakhir, demikian disampaikan pejabat kesehatan setempat, hari Selasa (23/6/2015). Saat ini, personel satuan paramiliter telah mendirikan kamp-kamp perawatan medis darurat di jalanan kota.

Suhu udara tercatat meningkat hingga titik tertinggi 44 derajat Celsius dalam beberapa hari terakhir, jauh di suhu normal musim panas yang hanya 37 derajat Celsius. Namun, badan meteorologi setempat mengatakan dalam waktu dekat hujan akan segera turun.

"Kami menunggu angin dari laut malam ini. Suhu udara akan menurun seiring dengan datangnya hujan di pesisir Sindh yang dapat menimbulkan hujan di Karachi," kata direktur jenderal Departemen Meteorologi Ghulam Rasool.

Sebuah rumah pemakaman yang dikelola Yayasan Edhi mengaku telah menerima lebih dari 400 jenazah. Mereka meninggal dunia akibat komplikasi yang disebabkan udara panas.

"Rumah pemakaman kami hampir penuh. Kami menyarankan orang-orang untuk tidak menunda pemakaman dan mencoba memakamkan orang-orang yang meninggal sesegera mungkin karena udara sepanas ini," kata pengelola rumah pemakaman Anwar Kazmi.

Salah satu rumah sakit umum terbesar di Karachi mengatakan, lebih dari 200 pasien meninggal dunia karena mengalami dehidrasi atau kepanasan.

"Beberapa dibawa ke sini dalam keadaan sudah meninggal sementara lainnya meninggal dunia dalam perawatan," kata direktur Rumah Sakit Jinnah Postgraduate Medical Centre, Dr Seemin Jamali.

"Kami masih terus menerima gelombang masuk pasien," lanjutnya.

Personel paramiliter mendirikan sejumlah kamp perawatan medis di sejumlah sudut kota. Di kamp-kamp tersebut mereka menyediakan air dan garam anti-dehidrasi.

Kondisi itu diperparah dengan pemadaman listrik yang masih terjadi memasuki bulan puasa Ramadan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI