Bekas Direktur Utama PT. PLN Dahlan Iskan diperiksa penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri hampir 10 jam, Senin (22/6/2015). Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan bahan bakar minyak high speed diesel atau solar industri tahun 2010 oleh PLN.
Pantauan Suara.com, Dahlan yang mengenakan kemeja warna biru keluar dari gedung Bareskrim didampingi kuasa hukum, Yusril Ihza Mahendra. Dia diperiksa sejak pukul 09.00 Wib hingga keluar pukul 18.34 Wib.
Mantan Menteri BUMN enggan memberikan komentar mengenai hasil pemeriksaan. Ia hanya melempar senyum saat ditanya awak media dan menyerahkannya kepada Yusril untuk menjelaskan mengenai pemeriksaan tadi.
Yusril menjelaskan kliennya dimintai keterangan mengenai pengadaan BBM jenis solar di PLN pada 2010. Ketika itu, Dahlan menjabat sebagai Dirut PLN. Menurutnya, perkara ini bermula dari laporan masyarakat dan baru dalam tahap penyelidikan.
"Berdasarkan keterangan penyidiknya, perkara ini berdasarkan keterangan masyarakat. Belum ada tersangka dalam kasus ini, kami juga tidak tahu pak Dahlan diperiksa untuk tersangka yang mana," ujarnya.
Namun, ia mengakui PLN ketika itu berinisiatif untuk membuka tender pengadaan BBM di sejumlah daerah.
"Memang ketika itu membuka tender pengadaan BBM di daerah-daerah yang mana PLN tidak menggunakan jetty Pertamina, yakni di Medan, Semarang dan Jakarta," katanya.
Dia menjelaskan jumlah BBM yang ditenderkan sebesar dua juta ton. Jumlah tersebut kemudian dibagi ke dalam lima tender pengadaan. Sementara itu, PLN tetap melakukan pembelian secara langsung ke Pertamina yang harganya relatif lebih tinggi dari harga pasar sebanyak tujuh juta ton.
"Tender ini terbuka untuk produsen BBM dalam negeri maupun asing, dengan syarat jika tender dimenangkan asing, maka harga terendah yang dimenangkan asing itu harus ditawarkan kepada produsen dalam negeri. Apakah mereka berminat dan sanggup mensuplai dengan harga tersebut," katanya.
Pertamina dalam pelaksanaan tender ternyata juga ikut dan memenangkan satu tender dengan harga penawaran yang lebih rendah dari harga jual Pertamina kepada PLN selama ini. Sedangkan empat tender lainnya dimenangkan oleh Shell.
"Karena Shell adalah produsen asing, maka empat tender yang dimenangkannya ditawarkan kepada produsen dalam negeri, yakni Pertamina dan TPPI," katanya.
Yusril mengatakan pemerintah telah membeli saham TPPI 70 persen. TPPI akhirnya mendapat dua tender, Pertamina dua tender dari Shell, jadi total dapat tiga.
"Dari segi keanehan, kita beli minyak dari Pertamina dengan dua harga, harga konvensional (lebih mahal) dan harga murah melalui jalur tender," kata Yusril.
Dia menuturkan menurut Dahlan terobosan tersebut dilakukan agar PLN mendapat BBM lebih murah, tapi diselidiki terdapat dugaan korupsi.
"Pak Dahlan juga bingung dimana unsur korupsi di kasus ini," imbuhnya.
Menurut Yusril semestinya PLN diuntungkan dengan pengadaan BBM itu. Sedangkan Pertamina, katanya, tidak tahu apakah mendapat keuntungan atau tidak menjual BBM dengan dua harga berbeda tersebut.
"Hal ini sudah berlangsung sejak lama, sejak awal era orde baru, dimana membeli minyak dari Pertamina dalam jumlah besar," kata dia.
Pantauan Suara.com, Dahlan yang mengenakan kemeja warna biru keluar dari gedung Bareskrim didampingi kuasa hukum, Yusril Ihza Mahendra. Dia diperiksa sejak pukul 09.00 Wib hingga keluar pukul 18.34 Wib.
Mantan Menteri BUMN enggan memberikan komentar mengenai hasil pemeriksaan. Ia hanya melempar senyum saat ditanya awak media dan menyerahkannya kepada Yusril untuk menjelaskan mengenai pemeriksaan tadi.
Yusril menjelaskan kliennya dimintai keterangan mengenai pengadaan BBM jenis solar di PLN pada 2010. Ketika itu, Dahlan menjabat sebagai Dirut PLN. Menurutnya, perkara ini bermula dari laporan masyarakat dan baru dalam tahap penyelidikan.
"Berdasarkan keterangan penyidiknya, perkara ini berdasarkan keterangan masyarakat. Belum ada tersangka dalam kasus ini, kami juga tidak tahu pak Dahlan diperiksa untuk tersangka yang mana," ujarnya.
Namun, ia mengakui PLN ketika itu berinisiatif untuk membuka tender pengadaan BBM di sejumlah daerah.
"Memang ketika itu membuka tender pengadaan BBM di daerah-daerah yang mana PLN tidak menggunakan jetty Pertamina, yakni di Medan, Semarang dan Jakarta," katanya.
Dia menjelaskan jumlah BBM yang ditenderkan sebesar dua juta ton. Jumlah tersebut kemudian dibagi ke dalam lima tender pengadaan. Sementara itu, PLN tetap melakukan pembelian secara langsung ke Pertamina yang harganya relatif lebih tinggi dari harga pasar sebanyak tujuh juta ton.
"Tender ini terbuka untuk produsen BBM dalam negeri maupun asing, dengan syarat jika tender dimenangkan asing, maka harga terendah yang dimenangkan asing itu harus ditawarkan kepada produsen dalam negeri. Apakah mereka berminat dan sanggup mensuplai dengan harga tersebut," katanya.
Pertamina dalam pelaksanaan tender ternyata juga ikut dan memenangkan satu tender dengan harga penawaran yang lebih rendah dari harga jual Pertamina kepada PLN selama ini. Sedangkan empat tender lainnya dimenangkan oleh Shell.
"Karena Shell adalah produsen asing, maka empat tender yang dimenangkannya ditawarkan kepada produsen dalam negeri, yakni Pertamina dan TPPI," katanya.
Yusril mengatakan pemerintah telah membeli saham TPPI 70 persen. TPPI akhirnya mendapat dua tender, Pertamina dua tender dari Shell, jadi total dapat tiga.
"Dari segi keanehan, kita beli minyak dari Pertamina dengan dua harga, harga konvensional (lebih mahal) dan harga murah melalui jalur tender," kata Yusril.
Dia menuturkan menurut Dahlan terobosan tersebut dilakukan agar PLN mendapat BBM lebih murah, tapi diselidiki terdapat dugaan korupsi.
"Pak Dahlan juga bingung dimana unsur korupsi di kasus ini," imbuhnya.
Menurut Yusril semestinya PLN diuntungkan dengan pengadaan BBM itu. Sedangkan Pertamina, katanya, tidak tahu apakah mendapat keuntungan atau tidak menjual BBM dengan dua harga berbeda tersebut.
"Hal ini sudah berlangsung sejak lama, sejak awal era orde baru, dimana membeli minyak dari Pertamina dalam jumlah besar," kata dia.