Suara.com - Wakil Ketua DPR Deding Ishak mengapresiasi keinginan Komisi Nasional Perlindungan Anak untuk mendirikan monumen untuk memperingati peristiwa pembunuhan terhadap Angeline (8) di Denpasar, Bali, sekaligus untuk tanda perlawanan terhadap kekerasan terhadap anak.
"Bagus-bagus saja. Tapi itu, kan monumental. Istilahnya karena ada peristiwa yang sangat memalukan dan memilukan. Dan ini menimbulkan simpati kita dan ini jadi pembelajaran bagi kita," kata Deding kepada Suara.com, Senin (22/6/2015).
Kasus Angeline, kata Deding, harus menjadi pembelajaran bagi pemerintah, DPR, dan masyarakat tentang pentingnya pemenuhan hak anak.
Dengan adanya monumen Angeline diharapkan pemerintah tidak lagi abai dengan kekerasan terhadap anak.
"Jadi ini tugas negara supaya negara tidak abai dan hadir untuk anak. Karena bicara anak, bicara generasi masa depan," kata dia.
Komnas PA pekan lalu mendeklarasikan mendiang Engeline sebagai ikon antikekerasan dan gerakan "stop kejahatan terhadap anak" yang digelar di depan rumah Angeline di Jalan Sedap Malam, Denpasar, Sabtu (20/6/2015).
"Kami bersama Pemerintah Kota Denpasar mencanangkan Engeline sebagai ikon melawan kekerasan dan kejahatan terhadap anak Indonesia," kata Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait .
KPA memilih bocah kelas 2-B di SDN 12 Sanur, Denpasar, itu karena kasus pembunuhan yang menimpa anak itu telah menjadi perhatian nasional dan dunia.
"Walaupun banyak kasus yang kami perjuangkan tetapi ini momentum untuk menyatakan tidak ada toleransi terhadap kekerasan kepada anak," kata Arist.
Arist bersumpah untuk tidak akan berhenti hanya pada seremoni semata namun tetap mengawal kasus ini, termasuk mendukung polisi menyingkapkan tabir kematian bocah cantik itu.
"Kami tidak akan berhenti mencari tahu dan mengungkap tabir Engeline yang meregang nyawa. Ini yang harus kami perjuangkan," ujar dia.