Suara.com - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menjelaskan prosedur adopsi anak, menyusul terjadinya adopsi anak bermasalah yang menimpa Angeline, bocah SD yang ditemukan meninggal dunia dan dikubur di sekitar kandang ayam rumah ibu angkatnya di Bali, beberapa hari lalu.
"Kasus yang terjadi pada Anggeline, sangat mengejutkan semua pihak, dan setelah kami teliti proses adopsinya, memang tidak prosedural," kata Khofifah dalam keterangan persnya seusai menghadiri acara Konferasi Cabang Muslimat NU di aula gedung Bakorwil IV Pamekasan, Jatim, Minggu.
Mensos menjelaskan, pada kasus Anggeline semua ketentuan perundang-undangan tentang adopsi anak dilanggar.
Bocah yang masih duduk di bangka sekolah dasar itu diketahui menjadi korban kekerasan orang tua angkatnya hingga menyebabkan ia meninggal dunia, setelah 8 hari yang bersangkutan tidak masuk sekolah.
"Kita tidak ingin, ada cerita yang sama di masa-masa yang akan datang, sebagaimana kasus yang menimpa Anggeline ini," katanya.
Ia menjelaskan, sesuai dengan ketentuan, mengadopsi anak sebenarnya diperbolehkan. Jika orang tuanya warga negara asing (WNA), maka proses pengajuan izin adopsi anak kepada Menteri Sosial.
Namun, jika orang tua yang hendak mengdopsi anak itu WNI, menurut Mensos, izin adopsinya diajukan kepada Dinas Sosial Provinsi.
"Nah, dalam kasus Anggeline ini, orang tua angkatnya memang tidak mengajukan izin sama sekali, baik ke Mensos maupun ke Dinas Sosial Provinsi," katanya.
Khofifah yang juga Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat NU ini lebih lanjut menjelaskan, atas permohonan yang diajukan oleh orang tua yang hendak mengadopsi anak itu, Kemensos ataupun Dinsos lalu membentuk tim PIPA (Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak).
Tim ini melakukan survei, telaah dan kajian, akan kepentingan dan pertimbangaan pengajuan adopsi. Jika disetujui, maka tim akan memberikan izin pengasuhan sementara selama 6 bulan.
Selama masa 6 bulan itu, tim terus melakukan pemantauan, dan jika dinilai baik atau tidak bermasalah, terutama bagi anak yang hendak diadosi, maka PIPA meminta kepada orang tua angkat si anak yang diadopsi itu untuk meminta penetapan pada pengadilan.
"Semua tahapan proses ini, tidak diikuti oleh orang tua angkat si Anggeline," terang Mensos.
Selain itu, sambung dia, yang terpenting dalam proses adopsi anak adalah mempertimbangkan kepentingan perlidungan anak.
Dengan demikian, sebenarnya disatu sisi anak yang boleh diadosi adalah anak terlantar dan ditelantarkan.
Hal lain yang juga harus diperhatikan dalam ketentuan adopsi anak adalah orang tua yang hendak melakukan adosp sudah dalam ikatan perkawinan yang sah minimal 5 tahun, bukan pasangan sejenis (guy atau lesbian), seagama, harus punya kartu identitas diri semisal KTP untuk WNI dan Kartu Izin Tinggal Sementara (Kitas) untuk WNA.
Dengan demikian, sambung Mensos, sebenarnya dalam kasus adopsi anak bermasalah yang menimpa Anggeline oleh orang tua angkatnya itu, telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 dan kemudian dijelaskan lebih terinci dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan mengadopsi anak.
"Pelanggaran atas ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Pasal 79 adalah hukuman penjara 5 tahun atau denda Rp100 juta," kata Mensos RI Khofifah Indar Parawansa menjelaskan. (Antara)
Mensos Jelaskan Prosedur Adopsi Anak
Ardi Mandiri Suara.Com
Senin, 15 Juni 2015 | 06:31 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
REKOMENDASI
TERKINI