Suara.com - Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mendesak pemerintah menolak keinginan DPR agar nilai dana aspirasi daerah pemilihan naik menjadi Rp20 miliar per anggota tiap tahun.
"Seharusnya pemerintah menolak dana itu. Kalau DPR menerima dana aspirasi, status dia apa? di Republik ini, penguasa pengelola keuangan negara hanya eksekutif kalau DPR ini apa," kata Ray di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (14/6/2015).
Ray mengingatkan dia mempertanyakan fungsi DPR sebagai pengawasan penggunaan anggaran. Dia menilai jika pemerintah mengesahkan usulan itu akan berakibat fatal.
"Identitas mereka (menggunakan dana itu) sebagai apa? Itu jadi pertanyaan. Menjadi kacau ketika terima uang, tapi identitasnya tidak jelas," katanya.
Ray ragu dengan transparansi penggunaan duit miliaran rupiah itu oleh anggota DPR.
"Siapa yang bisa pastikan programnya layak? Programnya sih jelas. Tapi siapa yang bisa pastikan. Gak ada sama sekali," kata dia.
Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran Apung Widadi menduga DPR mencari celah untuk bisa memasukkan dasar hukum terkait pengusulan dana aspirasi.
"Mungkin politisi-politisi tersebut telah dengan sengaja mengingkari masyarakat dengan memasukkan poin tersebut secara diam-diam agar tak terjadi penolakan," kata Apung.
Apung menambahkan strategi DPR selanjutnya membuat mekanisme untuk menampung usulan guna mengajukan pembangunan daerah pemilihan saat akhir rapat paripurna. Menurutnya, sejauh ini DPR telah menerima usulan dari 20 hingga 30 dari anggota dewan sejak Januari 2015.
"Parahnya, usulan itu selalu diasumsikan dengan kebutuhan dana anggota dewan untuk daerah pemilihannya," katanya.
Apung mengungkapkan DPR telah mengelola uang senilai Rp5, 192 triliun untuk mengalokasikan dana aspirasi. Dengan anggaran itu, sambung Apung, setiap anggota DPR mendapatkan Rp150 juta per tahun.
"Untuk reses pertama ini, anggaran tersebut akan dicairkan bulan april 2015 senilai Rp83 miliar," kata Apung.