Suara.com - Puluhan pekerja rumah tangga yang tergabung dalam Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) melakukan aksi unjuk rasa di Bundahan HI, Jakarta, Minggu (14/6/2015). Mereka mendesak pemerintah melindungi PRT.
Caranya, pemerintah perlu segera meratifikasi konvensi ILO No 186 tahun 2011 tentang perlindungan bagi pekerja rumah tangga (PRT). Mereka menilai hingga saat ini pemerintah belum juga mewujudkan konvensi yang dicanangkan untuk melindungi para PRT baik di dalam negeri maupun di luar negeri
"Kita tahu bahwa di Indonesia ini sampai sekarang pengakuan terhadap PRT dan juga perlindungan haknya itu sangat minim ya. Karena sampai sekarang aja Undang-Undangnya yang sudah berjalan lebih dari 10 tahun ini belum dibahas secara signifikan apalagi disahkan," kata koordinator Program Solidaritas Perempuan Nisaa Yura di area Car Free Day, Bundaran HI.
Menurutnya, kasus-kasus kekerasan yang dialami PRT Migran tidak terlepas dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Untuk PRT migran misalnya, UU No. 39 Tahun 2004, Nisaa menilai UU itu masih melihat buruh migran sebagai komoditas.
"Tanpa adanya mekanisme perlindungan dari pemerinttah jadi PRT migran sangat rentan pelanggaran hak dan eksploitasi," katanya.
Dalam memperingati Hari Pekerja Rumah Tangga Sedunia pada 16 Juni mendatang, mereka juga mendorong pemerintah daerah untuk segera merevisi mengenai peraturan daerah terkait perlindungan buruh migran. Sebab pemerintah daerah belum maksimal melakukan pendataan dan perekrutan pekerja rumah tanngga.
"Jadi kita tidak hanya berbicara dengan peran pemerintah pusat. Tapi di wilayah-wilayah di mana ada kantong-kantorng buruh migran di wilayah-wilayah pemerintah yang dekat dengan buruh migran. Pemerintahnya juga tidak secara maksimal melindungi warganya," katanya.