MUI Keluarkan Fatwa tentang Pengkafiran

Liberty Jemadu Suara.Com
Kamis, 11 Juni 2015 | 09:16 WIB
MUI Keluarkan Fatwa tentang Pengkafiran
Ketua Majelis Ulama Indonesia, Din Syamsuddin, di Kantor Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, Selasa (3/3) [Suara.com/Oke Atmaja].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ijtima' ke-5 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa tentang hukum kriteria pengkafiran hanya dilakukan oleh lembaga ulama yang disahkan negara dan umat atau lewat kewenangan MUI pusat dengan persyaratan dan prosedur ketat.

"Fatwa ini keluar karena ada dua kecenderungan masyarakat yaitu meremehkan perihal kafir dan juga mudahnya mengkafirkan orang atau suatu golongan," kata Ketua Tim Perumus Komisi A Muh Zaitun Rasmin di Tegal, Rabu (10/9/2015).

Dia mengatakan umat Islam harus terhindar dari pengkafiran dan mengambil pilihan moderat atau di antara menganggap enteng pengkafiran atau terlalu mudah mengkafirkan pihak lainnya.

Dengan kata lain, kata Zaitun, pengkafiran merupakan hukum syariat yang tidak boleh dilakukan oleh orang per orang atau lembaga yang tidak kredibel dan berkompeten untuk itu.

MUI sendiri telah menggariskan kriteria ketat dari takfir atau pengkafiran ini. Pertama, seseorang dapat tergolong kafir secara niat yaitu segala macam keyakinan yang bertentangan dengan salah satu dari enam rukun iman atau mengingkari ajaran Islam yang qath'i.

Kedua, tergolong kafir ucapan sebagai bentuk setiap ucapan yang mengandung pengakuan atas aqidah kufur atau penolakan terhadap salah satu aqidah Islam. Kriteria menistakan agama baik secara aqidah atau syariah juga termasuk di dalamnya.

Ketiga, kekafiran perbuatan yaitu bentuk setiap perbuatan yang dipastikan mengandung indikator nyata aqidah yang kufur.

Apabila seseorang atau kelompok melakukan salah satu dari tiga kriteria ini maka dapat dikafirkan dengan syarat-syarat vonis kafir.

Vonis kafir, kata dia, hanya berlaku bagi orang atau kelompok dengan syarat-syarat berikut ini dan jika ada satu yang terlewat maka yang bersangkutan tidak dapat dikafirkan begitu saja.

Syarat-sarat itu di antaranya ucapan atau perbuatan itu dilakukan oleh orang yang dewasa atau sehat akal dan jiwa, tidak terpaksa, stabil emosi, telah sampai kabar dakwah, tidak karena syubhat takwil tertentu atau menafsirkan syariah dengan nafsu dan penetapan kafirnya seseorang atau kelompok sesuai syarat syariah bukan dari opini.

Adapun penetapan kafir oleh lembaga ulama kredibel dan kompeten itu dilakukan secara ketat dengan verifikasi dan validasi seseorang atau kelompok terhadap iktikad, perkataan dan perbuatan yang menyebabkan kekufuran.

Selain itu, vonis kafir dilakukan secara hati-hati dan seksama sebagai langkah terakhir. Tujuannya agar umat Islam tidak terpecah belah dan membuat banyak umat yang terjatuh ke dalam jurang kekafiran.

Pengkafiran personal, lanjut dia, dilakukan dengan standar yang valid dengan bukti yang jelas dan hanya boleh dilakukan secara kolektif oleh ulama yang kompeten dan memahami agama dengan baik.

Terkait terdapatnya kelompok yang mengkafirkan seseorang atau kelompok karena melakukan dosa besar, MUI menyebutkan dosa besar tidak otomatis membuat seseorang atau kelompok itu kafir. Bagi yang bersangkutan diperkenankan untuk bertaubat tanpa harus melakukan syahadat kembali sebagaimana pedoman bagi Islam Sunni. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI