Suara.com - Shorkana Khalil Alawi menceritakan pengalaman pribadinya yang terpaksa melarikan diri dari rumahnya setelah komandan organisasi radikal ISIS pernah menawarkannya untuk menikah. Dia mempunyai dua pilihan, menjadi istri komandan atau menjadi budak.
"Menikahlah atau menjadi budak saya," begitu Alawi menirukan tawaran komandan ISIS itu.
Dalam sebuah wawancara dengan Telegraph, Alawi yang berusia 37 tahun bercerita bagaimana dia melindungi anak satu-satunya, Mustafa dan melarikan diri dari kota Suriah, Deir Ezzor saat fajar. Dia melarikan diri dari pelecehan yang berpotensi dilakukan anggota ISIS.
Sekaang Alawi tinggal dengan anaknya dalam satu kamar tidur kecil di gubuk. Keadaannya memprihatinkan, tanpa air yang mengalir di pinggiran Kota Turki, Urfa.
Sebelum perang saudara, Alawi bahagia menikah dan bekerja di sekolah dasar di Deir Ezzor. Suaminya merupakan seorang perwira intelijen tentara Suriah. Suaminya tewas setelah bergabung dengan tentara Suriah. Saat itu perang berkecambuk di Suriah.
Karena sang suami dalam posisi melawan pemerintahan yang sah, Alawi tidak dapat melarikan diri bergabung dengan keluarga pro pemerintah lain ke al-Hasakah. Dia dipaksa menetap di Deir Ezzor. Sementara di sana hanya ada kekacauan. Tentara Suriah membom kota untuk menghentikan pergerakan ISIS.
ISIS mulai menguasai kota yang dia tinggali. Rezim ISIS berjalan. Setiap perempuan dipaksa mengenakan jilbab.
Dilamar
Seorang pejuang ISIS, Jabhat al-Nusra melirik Alawi. Dia ingin menikahi Alawi. Jabhat yang usianya lebih muda 10 tahun dari Alawi mengungkapkan keinginannya itu kepada tetangga Alawi.
"Segera, saya akan meminta Anda menjadi milikku," cerita Alawi menirukan saat Jabhat ingin mempersuntingnya.
Tak lama, Jabhat diangkat menjadi emir atau pimpinan ISIS di Deir Ezzor.
Namun 2 hari kemudian menjelang pernikahan, Alawi diam-diam mengambil perahu, menyeberangi sungai dan berjalan ke arah Turki dengan anaknya. Dia melarikan diri.
Di Turki, Alawi tidak mendapat pekerjaan. Namun dia masih bisa mengajar. Alawi juga memanfaatkan kebisaannya untuk mengajarkan anak semata wayangnya, Mustafa memberikan bimbingan belajar tambahan di rumah. Di Turki, Alawi berhasil mengirimkan Mustafa bersekolah di sekolah gratis.
"Saya selalu berharap untuk sesuatu yang lebih baik. Tapi sekarang, sulit untuk melihat masa depan yang bisa saya berikan anak saya," cerita Alawi. (Daily Mail)