Suara.com - Ketua MPR dari Partai Amanat Nasional, Zulkifli Hasan, mengatakan siapapun tidak bisa ikut campur tangan dalam proses pergantian Panglima TNI karena hal itu merupakan prerogatif Presiden.
"Kita tidak bisa ikut campur. Jadi soal Panglima TNI adalah mana yang terbaik menurut Presiden sesuai dengan kondisi sekarang," kata Zulkifli di DPR, Selasa (9/6/2015).
Namun, secara pribadi, Zulkifli berharap agar proses pergantian tetap mengikuti aturan selama ini yaitu giliran antar matra, dari TNI AD, TNI AU, kemudian TNI AL. Supaya, semua matra memiliki peluang yang sama.
"Itu pendapat saya. Tapi hak tetap hak prerogatif Presiden," kata Ketua Umum PAN.
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Panglima TNI digilir dari seluruh matra dengan tujuan semua mendapat kesempatan.
"Itu kebijakan SBY. Sekarang, terserah Presiden Jokowi sesuai kondisi dan kebutuhan saat ini. Tapi, menurut saya, kalau alangkah baiknya jika semua mendapat kesempatan," ujar Zulkifli.
"Sebetulnya dalam UU kan ada (tertulis) Panglima TNI dapat secara bergantian. (kata) Dapat itu bisa secara bergantian dan bisa tidak," kata Tedjo.
Dia menambahkan kalau aturan tersebut masih dipakai, berarti pengganti Panglima TNI Jenderal Moeldoko dari Angkatan Udara.
"Kalau bergantian sekarang jatahnya TNI AU, tetapi itu kan tergantung Presiden, arah kebijakannya kemana," ujarnya.
Tedjo mengatakan tradisi Panglima TNI dijabat secara bergiliran merupakan kesepakatan pada era Presiden Abdurrahman Wahid atau setelah masa reformasi.
Tedjo mengatakan sebelum memilih siapa Panglima TNI yang baru, Presiden Joko Widodo akan mendapatkan masukan dari Jenderal Moeldoko. Moeldoko akan memberikan gambaran kepada Presiden mengenai kriteria yang harus dimiliki Panglima TNI.
"Lalu pimpinan TNI, Panglima TNI memberikan masukan siapa yang akan dicalonkan. Presiden akan memilih dari kriteria yang ada," katanya.