Pencekalan Dahlan Iskan, Kejati Sudah Kirim Surat ke Kejagung

Jum'at, 05 Juni 2015 | 18:52 WIB
Pencekalan Dahlan Iskan, Kejati Sudah Kirim Surat ke Kejagung
Mantan Dirut PLN Dahlan Iskan menjalani pemeriksaan untuk kali kedua di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jumat (5/6). [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kejaksaan tengah mengurus permohonan pencekalan terhadap mantan Direktur Utama PT. PLN Dahlan Iskan yang sekarang menjadi tersangka dugaan kasus korupsi proyek pengadaan gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara periode 2011-2013, Jumat (5/6/2015).

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Adi Toegarisman mengatakan telah mengirimkan surat permohonan ke Kejaksaan Agung untuk proses tersebut.

"Kami telah mengirimkan surat ke Kejaksaan Agung untuk memproses pencekalan," kata Adi di gedung Kejati DKI, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian, pencekalan terhadap seseorang dapat dilakukan sesuai permintaan dan bisa dikenakan pada siapa pun.

Kepala Sub Bagian Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Yan Welly Wiguna menambahkan Kejaksaan Agung berhak meminta Imigrasi memasukkan nama seseorang dalam daftar pencegahan bepergian ke luar negeri.

"Kami belum menerima surat dari Kejaksaan Agung, tapi kalau ada permintaan, maka kami akan masukkan ke sistem," kata Yan.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara sebagai tersangka dugaan kasus korupsi gardu induk. Penetapan dilakukan berdasar alat bukti yang dikumpulkan tim penyidik, yakni keterangan pihak lain dan juga dokumen yang sudah ada.

Penetapan sebagai tersangka, setelah sebelumnya menjalani pemeriksaan selama dua hari di kantor Kejati DKI.

Dahlan Iskan dinilai menyebabkan mangkraknya belasan proyek gardu.

"Uang muka sudah dicairkan, ada juga yang sudah dibayar untuk termin pertama dan kedua. Dari 21 gardu induk yang dibangun, tiga tidak ada kontrak, 5 selesai, dan 13 bermasalah," kata Adi.

Lebih lanjut, dalam mekanisme pembayaran, Dahlan juga dinilai menyalahi aturan. Adi menegaskan sistem pembayaran seharusnya melalui mekanisme konstruksi bukan berdasarkan mekanisme material on set atau berdasar pembelian material.

"Pembayaran seharusnya sesuai dengan sejauh mana penyelesaian pekerjaan, bukan berapa material yang dibeli rekanan," katanya.

Atas kelalaian sebagai Kuasa Pengguna Anggaran tersebut, Dahlan disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP. Dalam pasal tersebut, bos media ini dinilai telah memperkaya diri sendiri, melawan hukum, dan merugikan negara.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI