Suara.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Abraham Samad mengakui pernah ada pertemuan dengan Susilo Bambang Yudhoyono ketika masih menjabat Presiden RI dan Timur Pradopo ketika masih menjadi Kapolri di Istana terkait kasus penyidik KPK Novel Baswedan.
"Kasus ini telah dirembug pimpinan Polri saat itu Timur dan saya sendiri. Dibicarakan di Wisma Negara dengan Presiden SBY dan Mensesneg. Perundingan pagi sampai sore. Diputuskan menghentikan kasus Novel Baswedan karena tidak tepat timingnya," kata Samad saat bersaksi di sidang Praperadilan Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/6/2015).
"Ada beberapa kesepakatan sehingga KPK dan polisi berjalan. Keputusan ditindaklanjuti Timur dengan menghentikan kasus ini," Samad menambahkan.
Dalam persidangan, Samad juga mengungkapkan ketika posisi Timur diganti Sutarman, Sutarman menanyakan kasus Novel.
"Saya masih teringat peristiwa itu. Ketika pak Timor diganti Sutarman. Bagaimana status Novel. Sutarman jawab keputusan yang lalu menjadi keputusan insitutis bukan perorangan. Tetap dijalankan. Karena itu tidak ada masalah," katanya
Selanjutnya, ketika ada permohonan dari institusi Polri untuk mengangkat anggota menjadi penyidik tetap KPK, KPK pun menyetujui. Salah satu penyidik yang diangkat ketika itu adalah Novel.
"Permohonan ini disetujui. Novel dan 15 orang gelombang pertama ditentukan oleh Polri dan diterima menjadi pegawai tetap KPK," katanya.
Abraham sekarang mengaku bingung dengan Polri. Kasus Novel yang sudah dihentikan, sekarang dimunculkan lagi.
"Kasus Novel hilang begitu saja seperti ditelan bumi. Makanya saya bingung muncul kembali," katanya.
Kuasa hukum Novel, Saor Siagian, lantas menanyakan kepada Samad mengenai perubahan kesepakatan penghentian kasus Novel. Namun, Samad tidak mau menjelaskannya karena kapasitas di persidangan hari ini hanya sebagai saksi.