Suara.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Abraham Samad yang sekarang menjadi tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen akan kooperatif terkait kasusnya yang sekarang ditangani Polda Sulawesi Selatan dan Barat.
"Ya sebagai warga negara yang taat hukum ya, kita tinggal menunggu saja proses selanjutnya," kata Samad yang hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menjadi saksi sidang praperadilan yang diajukan penyidik KPK Novel Baswedan, Kamis (4/6/2015).
Meski demikian, Samad mengaku sangat kecewa terhadap sejumlah kasus yang diarahkan ke pimpinan dan penyidik KPK. Menurut dia, itu semua merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pegiat antikorupsi.
"Walaupun sebenarnya ada kesedihan yang mendalam. Kesedihan itu, karena kita menganggap bahwa kasus-kasus yang menimpa pimpinan KPK dan penyidik itu adalah kasus-kasus yang sebenarnya dikriminalisasi," katanya.
Untuk saat ini, Samad belum memutuskan untuk menempuh jalur praperadilan terkait kasus yang menimpanya.
"Belum ada, saya ingin melihat dulu, bagaimana proses praperadilan yang berlangsung ini. Kalau prosesnya berjalan adil (Novel), mungkin saya akan berpikir-pikir untuk mengajukan praperadilan," katanya.
Kasus yang menimpa Samad bermula dari laporan Ketua LSM Lembaga Peduli KPK-Polri, Chairil Chaidar Said, ke Bareskrim Polri. Namun, karena lokasi perkaranya berada di Makassar, Bareskrim melimpahkan penanganan perkara ke Polda Sulawesi Selatan dan Barat pada 29 Januari 2015.
Dalam penyidikan kasus ini, Polda Sulselbar kemudian menetapkan pengusaha Feriyani Lim sebagai tersangka pada 2 Februari 2015. Tak terima penetapan tersangkanya, Feriyani lalu melaporkan Samad dan seorang rekannya bernama Sukriansyah Latief alias Uki ke Bareskrim dalam kasus yang sama.
Polda Sulselbar lalu gelar perkara pada 9 Februari 2015. Alhasil, Samad ditetapkan menjadi tersangka, namun Uki tidak. Status tersangka juga baru diekspose pada 17 Februari atau sehari setelah kemenangan calon Kapolri Komjen Budi Gunawan dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kasus ini menyeret Samad sebagai pesakitan lantaran namanya tercantum dalam kepala keluarga atau KK yang dipakai Feriyani, saat mengurus paspor di Makassar pada 2007. Dalam dokumen tertera Samad sebagai kepala keluarga dengan alamat di Jalan Boulevard Rubi II, Nomor 48, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar.
Dalam perkara ini, Kedua tersangka dijerat Pasal 264 ayat 1 subsider Pasal 266 ayat 1 UU 23 Tahun 2006 juncto Pasal 93 KUHP tentang pemalsuan dokumen.