Anak TKI Susah Dapat Akta Kelahiran

Laban Laisila Suara.Com
Rabu, 03 Juni 2015 | 03:00 WIB
Anak TKI Susah Dapat Akta Kelahiran
Ilustrasi bayi. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) mengungkapkan fakta bahwa mayoritas anak tenaga kerja Indonesia (TKI) sulit mendapatkan akta kelahiran, karena posisi salah satu atau kedua orang tua masih di luar negeri ataupun sebab lainnya.

"Rata-rata ada 20 anak. Kalau tingkat provinsi (Jatim) jumlahnya sekitar 2.000 anak setiap tahunnya," ungkap Kepala Divisi Advokasi LPA Tulungagung, Sunarto, di Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (2/6/2015).

Menurut dia, beberapa faktor yang menyulitkan pengurusan akta kelahiran itu antara lain persyaratan administratif untuk pengurusan akta kelahiran seperti KTP, KK dan surat nikah orang tua yang biasanya tidak lengkap.

Selain itu, lanjut Sunarto, ada unsur kesengajaan dari pihak TKI bersangkutan untuk menggadaikan KK, KTP ataupun surat nikah.

"Karena masih di luar negeri dan sengaja menggadaikan identitas, otomatis pengurusan akta kelahiran tidak bisa dilakukan karena kurang persyaratan administrasi," ungkapnya.

Selain masalah administrasi, imbuh Sunarto, hal lain yang menyebabkan belum mendapatkan akta adalah kelahiran anak TKI di luar negeri.

Akibatnya, orang tua ataupun kerabat tak segera mengurus akta di tempat kelahiran.

Padahal, adanya pengantar dari luar negeri sebagai lokasi bekerja orang tua cukup membantu mendapatkan akta kelahiran.

"Ada surat pengantar dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) setempat sebagai bukti keabsahan. Selain itu membawa dokumen dari luar negeri," jelas Sunarto.

Dia sengaja tak menyinggung potensi kelahiran anak TKI di luar negeri akibat hubungan di luar nikah.

Sunarto berharap masalah akta kelahiran bagi anak TKI segera mendapat solusi dari pemerintah.

Pihak LPA Tulungagung sendiri saat ini telah berkoordinasi dengan instansi terkait guna mencari jalan keluar kepengurusan akta kelahiran anak TKI, mengingat besarnya angka ibu rumah tangga berstatus buruh migran di daerah tersebut.

"Dari hasil koordinasi itu, intinya (solusi) harus tetap ada pengantar dari KBRI di negara tempat TKI bersangkutan bekerja," tandasnya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI