Suara.com - Usai diperiksa penyidik Bareskrim Polri sebagai untuk kasus yang menjerat mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, mantan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin mengaku dicecar soal rapat proyek sistem payment gateway di Kemenkumham tahun anggaran 2014. Payment gateway merupakan sistem jaringan pembayaran online yang dipelopori Denny dan digunakan dalam program pelayanan paspor terpadu online menggantikan sistem manual.
"Payment gateway itu dan itu yang saya jelaskan. Ini cuma mengonfirmasi belasan rapat itu, pengetahuan saya tentang rapat itu," kata Amir di Bareskrim Mabes Polri, Senin (1/6/2015).
Politikus Partai Demokrat mengaku tidak mengetahui perihal materi yang disampaikan dalam rapat pelaksanaan proyek payment gateway lantaran tidak pernah mengikuti rapat.
"Saya dapat informasi pertama di bulan Juni. banyak sekali belasan rapat yang kebetulan saya tidak pernah tahu dan hadir. Perencanaan dan belasan rapat itu yang ditanyakan dan saya tidak tahu, kalau rapat saja tidak hadir mau gimana bisa tahu," katanya.
Amir mengatakan agenda rapat proyek payment gateway tidak perlu diinformasikan kepadanya karena waktu itu dia sudah menyerahkan sepenuhnya kepada Denny.
"Orang rapat kok mesti izin. Itu kan ada prosesnya. Ada proses harmonisasi yang menurut pak Denny sudah dilakukan. kalau sudah dilakukan memang sudah standar. Di situ menteri membubuhkan tandatangannya," katanya.
Sampai hari ini, Amir telah menjalani empat kali dalam kasus payment gateway sebagai saksi di Bareskrim.
Bareskrim telah memeriksa 70 saksi dan telah menetapkan mantan Denny Indrayana sebagai tersangka.
Denny diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan Pasal 23 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 421 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Dalam kasus ini, penyidik menemukan ada kerugian negara sebesar Rp32 miliar dari proyek payment gateway. Polisi menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp605 juta dari sistem tersebut.