Suara.com - Partai Gerindra berharap Panglima TNI di masa yang akan datang memiliki kemampuan menjawab tantangan zaman, seperti potensi konflik di tingkat regional.
"Saya melihat potensi konflik yang ada di tingkat regional semakin tumbuh dan diharapkan Panglima TNI nanti bisa menjawab tantangan tersebut," kata Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon di DPR, Senin (1/6/2015). Hal itu dikatakan Fadli untuk menanggapi pemilihan calon Panglima TNI menggantikan Jenderal Moeldoko yang akan pensiun awal Agustus 2015.
Fadli menambahkan saat ini wilayah kemaritiman juga harus mendapatkan perhatian Panglima TNI. Sebab, wilayah laut merupakan wilayah paling rentan diintervensi negara lain.
"Bidang Kemaritiman harus kuat dan perlu karena wilayah laut Indonesia paling rentan pengamanannya untuk diintervensi dari luar," kata Fadli.
Fadli tidak mempermasalahkan asal matra (angkatan) untuk pengganti Moeldoko. Moeldoko berasal dari Angkatan Darat. Sebab, katanya, UU tentang TNI tidak menyebutkan secara khusus terkait matra Panglima TNI.
Menurut Fadli, TNI memiliki tradisi untuk mengangkat Panglima baru, yakni giliran. Tradisi ini dibuat pada zaman Susilo Bambang Yudhoyono ketika masih menjadi Presiden RI.
"Presiden Jokowi bisa membuat tradisi baru, apakah langsung ditunjuk sesuai kebutuhan atau melalui pergiliran dari asal matra," ujarnya.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Gerindra Ahmad Muzani menambahkan sampai hari ini belum ada nama calon Panglima TNI yang masuk ke Komisi I.
"Kita di Komisi I menunggu proses internal di Istana. Itu hak prerogatif Presiden," kata Sekretaris Jenderal Partai Gerindra.
Muzani menambahkan siapapun yang menjadi Panglima harus mampu membangun TNI yang lebih kuat dengan cara memodernisasi alutsista, kemudian meningkatkan frekuensi latihan prajurit. Dan yang lebih penting lagi, kata Muzani, Panglima TNI harus bisa meningkatkan kesejahteraan prajurit dan keluarga.
"Jadi, Komisi I hanya memberikan persetujuan sesuai dengan UU TNI, dan itu akan kita fit and proper test nanti," ujarnya.