Bareskrim Blokir 26 Sertifikat Kepemilikan Bangunan dan Lahan

Jum'at, 29 Mei 2015 | 08:19 WIB
Bareskrim Blokir 26 Sertifikat Kepemilikan Bangunan dan Lahan
Penyidik Bareskrim Polri saat menggeledah kantor SKK Migas SKK Migas di Jakarta, beberapa waktu lalu. [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Badan Reserse‎ Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri memblokir puluhan sertifikat lahan dan bangunan milik petinggi SKK Migas ‎dan PT TPPI. Pemblokiran ini terkait kasus dugaan korupsi dalam penjualan kondensat. Diduga tanah dan bangunan itu terkait korupsi penjualan kondensat milik negara dan pencucian uang.

"Kami sudah memblokir 26 sertifikat (tanah dan bangunan)‎," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Victor E. Simanjuntak, Jumat (29/5/2015).

Namun Victor enggan menyebutkan siapa saja nama yang tertera dalam 26 sertifikat‎ tersebut. Ia hanya menyebutkan tanah dan bangunan‎ itu terletak di beberapa daerah berbeda.

"Namanya janganlah, selain itu masih akan ada lagi (aset yang akan diblokir). Sertifikat yang diblokir ini dari kedua pihak itu (SKK dan TPPI). Tanah dan bangunan itu berada di Jakarta Selatan, Bogor dan Depok," ungkapnya.

‎Puluhan sertifikat yang diblokir itu dimiliki oleh beberapa orang dari pihak SKK Migas dan PT TPPI, namun bukan atas nama tersangka dalam kasus ini. Sedangkan dari pihak Kementerian ESDM belum ada sertifikat tanah dan bangunan yang diblokir.

"Belum ada (sertifikat tanah bangunan dari pihak ESDM), sedang kami selidiki. Kalau berkaitan dengan PT TPPI, pasti kami blokir," katanya.

Dalam kasus ini, penyidik sudah menetapkan tiga tersangka yakni RP, HW dan DH. Sementara penyidik sudah memeriksa 29 saksi dari unsur SKK Migas, TPPI, Kementerian Keuangan, Pertamina dan Kementerian ESDM.

Kasus ini bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT TPPI pada Oktober 2008 terkait penjualan kondensat untuk kurun waktu 2009-2010. Sementara perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga tersebut dilakukan pada Maret 2009.

Penunjukan langsung ini dinilai menyalahi peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.

Penjualan kondensat ini dinilai melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003. Dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.

Akibat kasus ini, diperkirakan negara dirugikan sebesar 156 juta dolar atau sekitar Rp2 triliun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI