Akankah Buruh Lokal Tersingkir di Era MEA?

Jum'at, 29 Mei 2015 | 07:00 WIB
Akankah Buruh Lokal Tersingkir di Era MEA?
Puluhan ribu buruh dari berbagai penjuru kota di Jabodetabek dan sekitarnya melakukan aksi long march menuju Istana Merdeka Jakarta. [suara.com/Kurniawan Mas'ud]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Catatan Kementerian Tenaga Kerja, sampai akhir 2014 jumlah tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia tercatat 68.762 orang. Rinciannya, TKA dari China mencapai 16.328 orang, Jepang 10.838 orang, dan Korea Selatan 8.172 orang. Sedangkan TKA dari India 4.981 orang, Malaysia 4.022 orang, Amerika Serikat 2.658 orang, Thailand 1.002 orang, Australia 2.664 orang, Filipina 2.670 orang, Inggris 2.227 orang, serta di negara lain sebanyak 13.200 pekerja.

Dalam penelitiannya, Asih - sapaan akrab Indrasari - banyak menemukan tenaga kerja asing tak berdokumen di Indonesia. Contohnya Cina yang berinvestasi di sektor pertambangan, membawa tenaga kerjanya sendiri masuk ke Indonesia, dan mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Itu terjadi karena pengawasan pemerintah pusat dan daerah lemah.

Jika pemerintah tidak sanggup mengawasi tenaga kerja asing, bukan tidak mungkin pekerja asing akan berbondong-bondong masuk ke Indonesia tanpa sertifikat keahlian. Bahkan menyasar ke bidang-bidang di luar 8 profesi yang sudah disepakati.

"Pemerintah akan sanggup tidak mengawasi tenaga kerja asing? Nanti jangan-jangan seperti itu," jelas Asih.

Maka itu Asih mengatakan buruh perlu melakukan terobosan baru dalam pergerakan perburuhan. Buruh perlu merangkul pekerja asing yang bekerja di Indonesia. Itu akan menambah 'kekuatan baru'.

Dalam Undang-Undang 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh tidak disebutkan larangan buruh asing masuk keanggotaan SP. Di pasal 12 UU itu tertulis Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku agama, dan jenis kelamin. UU itu hanya melarang pekerja menjadi anggota lebih dari satu serikat pekerja di perusahaan.

Hanya saja, menurut Asih - sapaan akrab Indrasari - UU itu perlu direvisi. Sebab peraturan yang sama harus berlaku di negara lain. Semisal buruh Indonesia yang bekerja di Thailand bisa atau tak bisa bergabung dengan serikat pekerja di sana.

Suara.com menelusuri aturan perburuhan lewat undang-undang ketenagakerjaan Thailand. Pekerja asing dilarang masuk serikat pekerja. Mereka harus warga negara Thailand dan berusia di atas 20 tahun. Selain itu keberadaan serikat pekerja harus sama di dalam satu kawasan tempat buruh bekerja.

"Ini kan belum pernah digulirkan. Saya duga sih nggak boleh bergabung di serikat. Makanya harus ada peraturan pemerintah," kata Asih.

Kata dia, selama ini pergerakan perburuhan justru lemah di tingkat perusahaan. Namun cukup kuat di gerakan buruh secara nasional. Banyak hak buruh yang tidak diberikan oleh perusahaan di sektor padat karya seperti garmen, tekstil, mainan, sepatu dan lain-lain.

"Karena persoalan buruh ini nggak jauh dari persoalan kondisi kerja, implementasi peraturan. Problemnya, hak-hak yang dijamin negara lewat UU sudah diterapin belum?" tanya dia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI