Suara.com - Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Surahman Hidayat mengungkapkan anggota DPR yang dilaporkan dalam dugaan kasus gelar bukan hanya anggota Fraksi Hanura Frans Agung Mula Putra, anggota Fraksi PDI Perjuangan Jalaluddin Rakhmat (Kang Jalal) juga pernah diadukan.
"Dari sekretariat ada laporan itu, baru dua. Yang satu Kang Jalal itu sudah diproses, yang satu baru akan dibahas, dikaji dulu oleh tenaga ahli, nanti hasil kajian ahli dibawa ke rapat MKD dan itu besok, (kasus Frans). Rapat akan memposisikan apakah kajian ini layak ditindaklanjuti di proses atau tidak," kata Surahman di DPR, Rabu (27/5/2015).
Surahman mengatakan Jalal dilaporkan dalam kasus ijazah. Ijazah Jalal asli, namun belum dilegalisasi oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Surahman mengatakan proses legalisasi ijazah memang lama karena menyangkut masalah administrasi.
"Itu Kang Jalal soal keaslian ijazah, itu sebenarnya sudah diproses," katanya.
Untuk kasus Frans, Surahman mengatakan akan dibahas mahkamah besok. Dari pembahasan itu, akan diperoleh kesimpulan apakah kasus tetap ditindaklanjuti atau tidak.
"Kalau ini perlu kajian dulu. Apa, sih konten pengaduanya, hasil ini dilaporkan ke rapat. Di rapat internal dijelaskan, nanti monggo diapakan. Nanti rapat internal MKD yang menentukan posisi kasus ini, perlu ditindaklanjuti atau tidak," katanya.
Frans sudah menyampaikan bantahan atas kasusnya.
"Ini jawaban saya, terkait tuduhan gelar doktor palsu. Pemalsuan menurut hukum, ada dua bentuk. Pertama, pemalsuan secara formil, artinya tata cara mendapatkan gelar doktor tidak memenuhi syarat. Pada faktanya saya sekarang menempuh pendidikan doktor di Universitas Satyagama, yang tinggal tiga tahapan lagi (selesai). Artinya pemalsuan secara formil tidak terpenuhi. Karena saya sedang menempuh pendidikan doktor di universitas bersangkutan," kata Frans.
"Kedua, terkait penipuan secara materiil. Saya tidak pernah membuat ijazah atau memalsukan ijazah dari lembaga pendidikan yang resmi. Saya tidak pernah menggunakan gelar doktor tersebut dalam kepentingan ketatanegaraan atau kepentingan formal institusi DPR. Lembaga dimana saya menempuh pendidikan doktor adalah salah satu universitas yang mendapatkan akreditasi dari Kementerian Pendidikan Tinggi dan Ristek. Intinya? Saya tidak pernah merugikan pihak manapun. Dan itu merupakan inisiatif staf saya. Karena mereka yang buat kartu nama tersebut," Frans menambahkan.
Frans merasa terganggu dengan tuduhan stafnya.
"Ini mengusik nurani intelektual saya. Saya mengetahui secara betul, mendapat gelar doktor itu susah. Dan saya memahami kode etik civitas akademi. Tidak boleh sembarangan gelar akademik tanpa melalui prosedur dan jalur pendidikan formal," katanya.