Suara.com - Kepala Kantor Imigrasi, Jakarta Selatan, Cucu Koswala, menilai penerapan sistem visa on arrival (visa pada kedatangan) yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi kerap disalahgunakan warga negara asing.
"Visa on arrival untuk 64 negara mempermudah bagi negara-negara lain termasuk Tiongkok dan Taiwan itu dan itu sifatnya nasional yang dikeluarkan melalui Ditjen Imigrasi," kata Cucu kepada wartawan di Kemang, Jakarta Selatan, Senin (25/5/2015). Pernyataan Cucu terkait penangkapan puluhan warga Cina dan Taiwan yang diduga terlibat cyber crime di Pondok Indah dan Kemang kemarin malam.
Kemudian Cucu berharap pemerintah segera membenahi kasus pelanggaran visa on arrival.
"Peninjauan ulang itu kebijakan yang bersifat sentral, pemerintah pusat yang berwenang lakukan evaluasi. Bisa saja dilakukan evaluasi," kata dia.
Selain itu, Cucu mengakui keterbatasan jumlah petugas pengawas imigrasi turut mempengaruhi pencegahan pelanggaran keimigrasian.
"Setiap hari kita lakukan pengawasan pada WNA, tidak sebanding antara petugas di lapangan dengan orang asing yang datang Indonesia," katanya.
Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani mempertanyakan kembali kebijakan bebas visa pemerintah Indonesia untuk turis Cina.
"Kita, kan menerapkan kebijakan bebas visa untuk wisatawan Tiongkok. Menurut saya kebijakan bebas visa itu oke, tapi dalam pelaksanaannya harus selektif. Artinya kebijakan ini, dalam operasional di lapangan, itu tidak disertai dengan screening yang tepat dan benar. Tidak pakai visa its oke, tapi pengawasannya harus ketat," kata Arsul kepada Suara.com.
Menurut Arsul turis umumnya datang melalui agen perjalanan. Apabila turis tersebut menyimpang setiba di negara tujuan, maka agen perjalanan harus ikut bertanggungjawab.
"Di negara maju, yang bebas visa, misalnya kalau orang Singapura ke Australia atau Inggris kan bebas visa. Tapi kalau dia rombongan turis, ikut travel agent, kemudian menyimpang, travel agent-nya bertanggungjawab, pengawasan ini yang belum dilakukan pemerintah Indonesia," ujarnya.