Suara.com - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Polri Brigadir Jenderal Agus Rianto belum dapat memastikan apakah Polri akan hadir dalam sidang praperadilan yang diajukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/5/2015) nanti.
"Kami tetap akan mengikuti proses hukum ini (praperadilan). Mudah-mudahan kami bisa ikuti sidang berikutnya dengan kesiapan-kesiapan yang kami miliki," kata Agus di Bareskrim Mabes Polri, Senin (25/5/2015).
Sidang perdana praperadilan seharusnya diselenggarakan hari ini, namun ditunda karena termohon, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Kabareskrim Komjen Budi Waseso, tidak hadir.
Agus membantah sengaja tidak hadir dalam sidang praperadilan pagi tadi untuk mengulur-ulur waktu dengan tujuan agar menggugurkan gugatan tersebut.
"Untuk apa mengulur-ulur, berkas kan sudah ada mekanismenya. Kami tidak ada upaya menghambat-hambat atau mengulur-ulur. Praperadilan kan ada batasan waktunya, beda dengan penanganan kasus lain. Praperadilan ini kan pendek waktunya," kata dia.
Sejak Januari 2015, konflik antara KPK dan Polri yang menyedot perhatian nasional, sudah tiga kali terjadi. Dimulai saat Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan (saat itu) dicalonkan ke posisi kepala Kepolisian Indonesia oleh Presiden Jokowi yang lalu dipersoalkan KPK.
Berikutnya saat Wakil Ketua KPK (saat itu), Bambang Widjojanto, diperkarakan Kepolisian Indonesia, demikian juga dengan Ketua KPK (saat itu) Abraham Samad, dan terakhir penahanan Novel, yang juga anggota Polri. Personalia pimpinan KPK lalu diubah Presiden.
Baswedan ditangkap petugas Bareskrim karena dua kali mangkir dari pemeriksaan atas kasus dugaan penganiayaan hingga mengakibatkan meninggal dunia terhadap seseorang pada 2004.
Dia ditangkap di rumahnya di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Pusat, pada Jumat (1/5/2015) pukul 00.30 WIB.
Surat perintah penangkapan Novel diregistrasi dengan nomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum yang memerintahkan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Indonesia untuk membawa Baswedan ke kantor polisi.
Kasus yang diduga melibatkan Novel ini sudah lama terjadi, pada Februari 2004, Polres Bengkulu menangkap enam pencuri sarang walet, setelah dibawa ke kantor polisi dan diinterogasi di pantai, keenamnya ditembak sehingga satu orang tewas.
Novel yang saat itu berpangkat inspektur satu polisi dan menjabat kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu dianggap bertanggungjawab karena melakukan penembakan tersebut.