Suara.com - Operasi yustisi yang digelar petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu (20/5/2015) malam, dicederai oleh oknum Satpol PP yang diduga memeras mahasiswi Universitas Adi Buana Surabaya Kristin Dwitayana.
Pada waktu itu, Kristin yang tinggal di rumah kos kawasan Ngagel tidak mampu menunjukkan Kartu Identitas Penduduk Musiman. Dia pun dibawa ke tempat penampungan Pondok Sosial Keputih.
Di Liponsos, Kristin mengaku dimintai uang sebesar Rp4 juta oleh salah satu petugas sebagai syarat untuk bebas.
Setelah peristiwa itu, warga Desa Padusan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, mengadu ke Oky Suryatama, rekannya yang berprofesi sebagai pengacara.
"Dalam laporannya kepada saya, Kristin mengaku tidak tahu siapa nama petugas itu. Selama dua hari di Liponsos, Kristin stres karena diintimidasi setelah berita tentang adanya permintaan uang itu tersebar," ujar Oky, Jumat (22/5/2015).
Oky menambahkan pada Kamis (21/5/2015) malam, dosen Universitas Adi Buana mendatangi Liponsos untuk meminta pembebasan Kristin. Namun, katanya, petugas tidak memenuhi permintaan tersebut dengan alasan harus ada surat dari Satpol PP.
"Warga yang terjaring razia, untuk bisa keluar dari penampungan Liponsos, cukup dijemput keluarganya dengan menunjukkan tanda bukti Kartu Keluarga tanpa harus dipungut biaya sepeser pun," katanya.
Menurut Oky, alasan Kristin dibawa ke Liponsos juga tidak beralasan karena Kristin sebenarnya sudah menunjukkan Kartu Tanda Penduduk kepada petugas.
Kristin sendiri sekarang sudah berhasil dikeluarkan dari Liponsos. Ia dijemput ayah, ibu, dan adik lelaki yang datang dari Desa Padusan.
Kepala Liponsos Keputih Erny Lutvia mengatakan keluarga Kristin datang sejak pagi dan membawa berkas-berkas untuk menjemput anaknya.