Suara.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menuntut pemerintah segera mengusut kasus peredaran beras plastik di pasar-pasar tradisional. Ini menyusul hasil uji sampel laboratorium Sucofindo yang menunjukkan beras yang ditemukan di Kota Bekasi, Jawa Barat, positif mengandung bahan spektrum polifenil klorida yang biasa digunakan dalam pembuatan polimer pipa, kabel, lantai, dan kebanyakan industri.
"Pertama harus diusut tuntas siapa yang memasukkan beras impor tersebut ke Indonesia. Kalau terbukti bersalah, importir dan pihak yang terlibat bisa dikenai sanksi perdana dan perdata atau dibekukan ijin impornya," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi kepada Suara.com, Kamis (21/5/2015).
Tulus mengatakan pelaku usaha yang terlibat dalam pengedaran beras yang mengandung bahan plastik melanggar UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan UU tentang Pangan.
Ia juga mendesak Kementerian Perdagangan dan Dinas Perindustrian Perdagangan untuk segera operasi pasar dan melacak peredaran beras yang membahayakan kesehatan manusia itu.
"Kami mendesak Kemendag dan Disperindag untuk melakukan uji petik di pasar (operasi pasar) dan melacak apakah beras-beras tersebut sudah beredar di masyarakat apa belum. Hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat," imbuhnya.
Kepada masyarakat, terutama ibu-ibu rumah tangga, untuk lebih hati-hati ketika membeli beras.
"Masyarakat tentu akan sulit saat memilih beras. Karena secara fisik beras palsu dengan asli sulit dibedakan. Tapi yang pasti ciri utama beras palsu berbahan plastik itu bening dan tidak ada warna putih telur di tengah beras," katanya.