Suara.com - Pulau Galang di Kepulauan Riau sulit dijadikan tempat penampungan pengungsi Rohingya, karena lokasi yang pernah menjadi penampungan pengungsi Vietnam itu sudah ditetapkan sebagai cagar budaya.
"Bagi kami, camp Vietnam menjadi cagar budaya, karena ada nilai historisnya. Enggak bisa, karena sudah lama tidak dihuni, itu situs sejarah. Harus ada renovasi. Kondisi asrama, rumah sakit, kayak gitu," kata Direktur Humas dan Promosi Badan Pengusahaan Batam Purnomo Andi Antono di Batam, Kamis (21/5/2015). BP Kawasan Batam merupakan institusi yang bertugas mengelola Kawasan Batam, termasuk Pulau Galang.
Menurut Purnomo, ide itu sulit direalisasikan, kecuali ada perintah dari Pemerintah Pusat. Ia mengatakan peruntukkan Camp Vietnam adalah untuk kebutuhan pariwisata.
"Kalau dari pusat mengubah itu, kami ikut. Selama ini tidak dialokasikan untuk itu," kata dia.
Ia menambahkan jika pemerintah menetapkan pulau itu untuk pengungsi Rohingya maka perlu dilakukan renovasi, karena kondisinya sangat memprihatinkan. Ide untuk menjadikan Pulau Galang menjadi tempat pengungsi Rohingya pertama kali disuarakan pengamat hukum internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana di Jakarta.
Sementara itu, Kementerian Sosial (Kemensos) akan terus berkordinasi dengan segenap pihak untuk memberikan perlindungan kemanusiaan kepada para pengungsi Rohingya yang saat ini berada di kawasan provinsi Aceh.
Menteri Sosial RI Khofifah Indar Parawansa menyatakan bahwa sesuai dengan hasil dari rapat koordinasi (rakor) di Kementerian Politik Hukum dan Ham (Polhukam) bahwa Organisasi Migrasi Internasional (IOM) yang akan bertanggung jawab sepenuhnya atas pengungsi Rohingya ini.
Lebih dari 600 pengungsi Bangladesh dan Rohingya asal Myanmar mendarat di Pantai Langsa, Aceh Timur, Jumat (15/5/2015) pagi. Rombongan ini adalah yang kedua setelah rombongan pertama terdampar di perairan Aceh utara, Minggu (10/5/2015). (Antara)