Pemandangan Senja di Pengungsian Etnis Rohingya di Kuala Langsa

Siswanto Suara.Com
Rabu, 20 Mei 2015 | 19:54 WIB
Pemandangan Senja di Pengungsian Etnis Rohingya di Kuala Langsa
Sejumlah mahasiswa dan relawan selfie dengan anak-anak Rohingya, Rabu (20/5/2015) [suara.com/Alfiasnyah Ocxie]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Di mana ada gula di situ ada semut. Pepatah ini pantas disandingkan dengan kondisi kekinian di tempat penampungan sementara pengungsi dari etnis Rohingya dan Bangladesh di Kuala Langsa, Aceh.

Hitam manis etnis Rohingya menarik perhatian masyarakat. Tak jarang dari mereka hadir ke lokasi penampungan melakukan selfie bersama warga Rohingya. Bahkan, sejumlah relawan pun ikut-ikutan selfie.

Hal ini menjadi pemandangan yang lazim kala sore hari di tempat pengungsian.

Ida, salah seorang warga Langsa, mengaku prihatin dengan kondisi warga muslim Rohingya. Dia datang ke Kuala Langsa untuk melihat dan membantu anak-anak pengungsi. Sembari melakukan hal itu, dia juga tak lupa mengabadikan momen manis bersama anak-anak.

"Kasihan kita lihatnya, kalau bisa biar aja mereka di sini. Kita bantulah karena mereka juga saudara-saudara kita sesama muslim," kata Ida kepada Suara.com.

Aktivitas sore di tempat pengungsian beragam. Kaum remaja biasanya lebih sibuk bermain bola di lapangan. Sebagian lagi memilih mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh para relawan.

Anak-anak dan kaum perempuan terlihat santai. Sebagian duduk-duduk dan berbincang, ada yang menelepon, dan memilih baju. Ada juga yang sekedar memantau bocah-bocah yang berlarian.

Sedangkan kaum lelaki dewasa sebagian memilih bersiap-siap menunaikan ibadah. Sebagian ada yang membantu relawan di dapur. Ada juga yang memilih duduk di dermaga Kuala Langsa sembari menatap matahari senja yang kian redup.

Salah seorang pemuda Rohingya, Saydul Islam, mengaku senang dengan kepedulian orang Aceh. Berkat bantuan warga, kata dia, ia masih bisa bernafas lega, bermain bola, dan menikmati suasana damai.

"Ini begitu berbeda dengan dengan negeri saya. Dimana anak-anak islam tak bebas melakukan aktivitas karena konflik. Orang-orang Buddha sering sekali memukul kita," kata Saydul kepada Suara.com.

Saydul punya keinginan besar untuk tetap tinggal di Indonesia. Ia ingin kembali belajar dan berbaur dengan masyarakat.

"Saya masih ingin sekali belajar komputer. Jika Indonesia memberikan izin tinggal di sini, pasti saya merasa sangat senang. Aceh punya orang baik-baik," kata Saydul.

Ia juga punya harapan bisa ke Australia untuk menuntut ilmu. [Alfiasnyah Ocxie]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI