Pengungsi Rohingya: Alhamdulillah, Indonesia Bantu, Alhamdulillah

Siswanto Suara.Com
Selasa, 19 Mei 2015 | 16:54 WIB
Pengungsi Rohingya: Alhamdulillah, Indonesia Bantu, Alhamdulillah
Dua pemuda etnis Rohingya sedang berbaring di atas tumpukan pakaian bekas [suara.com/Alfiansyah Ocxie]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
"Halo abah, halo." Suara itu terdengar jelas dari mulut Rukhiah Hatun. Di ujung telepon, sang suami sedang berbicara. Setelah beberapa kali  berkata "halo," Rukhiah pun semringah. Ia gembira karena suaminya menjawab.

Perbincangan terus berlanjut dalam bahasa Burma. Sesekali ia menoleh, sembari  melempar senyum. Anaknya, Muhammad Mahing, yang baru berusia 4 bulan, mendekap  kuat dipelukan tangan kiri. Di tengah perbincangan, Rukhiah juga  menyodorkan telepon kepada anaknya.

"Abah, halo abah, abah, abah," kata Rukhiah mengajarkan anaknya memanggil ayah.
 
Tapi, Muhammad Mahing hanya bersuara, "Ta, tatata, tata." 

Rukhiah adalah salah seorang perempuan etnis Rohingya yang kini berada  di Kuala Langsa, Aceh. Ia bersama anak dan keponakannya selamat setelah mendapat  bantuan nelayan Aceh beberapa waktu lalu. Anaknya yang masih balita, tampak  sehat. Rukhiah tetap berusaha memberinya ASI di tengah lautan.

"Saya beri dia ASI di laut. Mereka ada bagi makanan untuk perempuan, saya  makan supaya dia makan," kata Rukhian dengan dialek Melayu kepada suara.com, Senin (18/5/2015).

Rukhiah bisa sedikit berbahasa Melayu, lantaran pernah tinggal di Malaysia  bersama suami. Hanya saja, setelah beberapa bulan di negeri jiran, ia  kembali ke Burma untuk melihat kondisi sanak saudara. Sedangkan sang suami  tetap memilih berada di Malaysia untuk bekerja.

Kisah Rukhiah menjadi manusia perahu bermula setelah ia pulang ke Myanmar. 

Diceritakannya, saat di sana, masyarakat muslim Rohingya kerab mendapat  perlakuan tak adil. Orang-orang Rohingya, kata dia, disiksa dan dibunuh.  Anggota keluarga dan sanak saudaranya juga menjadi korban.

"Orang-orang Budust gaduh-gaduh, siksa dan bantai kalau tahu orang muslim. Famili tak ada lagi, mereka bantai semua," tutur Rukhiah.

Karena konflik kian tinggi, keamanan tak terjamin, Rukhiah lantas memilih kembali menjadi imigran gelap ke Malyasia. Ia pun mendatangi seorang agen perjalanan. 

"Mereka akan bawa saya keluar dari Burma. Mereka janji bawa ke Malay," katanya.
 
Hanya saja, kata dia, untuk mengangkut mereka, agen meminta sejumlah uang.  Permintaan itu dipenuhi Rukhiah dengan memberi enam ribu uang Myanmar. Setelah  pembayaran dilakukan, Rukhiah, anak, dan keponakannya dibawa ke sebuah pelabuhan. Di sana, kata dia, puluhan orang sudah berkumpul. 

"Ada banyak-banyak perempuan, orang laki," kata dia.

Baru pada malam hari, kata dia, mereka diangkut menggunakan sebuah boat kecil.  Ada sekitar tiga puluhan orang perempuan dan anak-anak di dalam boat. 

Namun, ketika ditanya lebih rinci soal berapa hari mereka di lautan? Rukhiah,  tidak dapat memastikannya. Ia hanya mengingat setelah dari boat kecil, mereka dipindahkan ke dalam boat berkapasitas orang banyak.

"Ada ramai-ramai orang di sana. Tak bisa gerak. Sudah gaduh-gaduh rebut makanan," kata Rukhiah.

ABK dan kapten boat besar yang mereka tumpangi juga begitu kejam. Bahkan, kaum perempuan yang memilki anak sering mendapat ancaman saat  mereka meminta makanan dan minuman.

"Kalau minta-minta, mereka mau buang anak-anak ke laut," kata dia.

Sebab itu, kata dia, mereka hanya bisa bersabar menanti jatah makanan. 

"Bagi sikit-sikit, saya makan, agar anak bisa makan (ASI)," ujarnya.

Setelah berbulan-bulan tak sampai ke tujuan, sikap kejam ABK dan kapten kapal  juga semakin menjadi-jadi. Orang-orang di sepak, dibuang ke tengah laut. Baru  kemudian mereka meninggalkan boat. Beberapa bagian dari dinding boat juga sengaja dirusak.

"Alhamdulillah, sampai Indonsia. Alhamdulillah, anak bisa hidup," ujarnya.

Kata dia, jika tidak ada nelayan yang membantu, maka orang-orang di dalam  boat, baik anak-anak dan kaum perempuan sudah meninggal. Sebab, saat para ABK  dan kapten kapal pergi, tak ada satupun logistik yang tersisa. Mereka hanya terombang-ambing di tengah lautan.

"Alhamdulillah, Indonesia bantu, alhamdulillah," katanya.

Rukhiah mengaku begitu senang setelah melihat bala bantuan datang.

Ketika ditanya apakah dirinya ingin tetap tinggal di sini? Rukhiah menjawab Indonesia tempat yang bagus dan sangat ingin berada di sini. Di Indonesia  banyak muslim.

"Indonesia bagus, Malaysia ok. Muslim-muslim baik-baik," katanya sembari berharap bisa bertemu kembali dengan suami.

"Mahing mau lihat abah," kata dia. [Alfiansyah Ocxie]

Ikuti hasil liputan langsung suara.com di lokasi penampungan pengungsi Rohingya dan Bangladesh di Aceh.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI