Suara.com - Akhir pekan lalu, sebanyak 678 imigran etnis Rohingya dan Bangladesh terombang-ambing di lautan Aceh. Nyawa mereka nyaris tak tertolong. Untung, mereka segera diselamatkan oleh para nelayan ke Kuala Langsa.
Wartawan suara.com meliput para imigran di lokasi penampungan mereka. Tulisan disajikan secara berseri. Berikut ini adalah petikan hasil wawancara dengan imigran, lanjutan dari tulisan sebelumnya berjudul Cerita Nelayan Selamatkan Pengungsi Rohingya Nyaris Tenggelam.
Muhammad Thoyyub (25), warga Myanmar yang menjadi pengungsi di Bangladesh, mengatakan ia dan teman-temannya sebelumnya diselamatkan nelayan Aceh, terombang-ambing di lautan selama kurang lebih tiga bulan.
Lalu, Thoyyub bercerita tentang pengalamannya selama ini. Warga Myanmar maupun Bangladesh mendapat perlakuan yang sama dari setiap tekong yang membawa mereka.
Mereka dipindahkan dari boat kecil menuju boat medium dan boat besar. Setiap perjalanan menuju perbatasan atau ke boat penerima selanjutnya, katanya, memakan waktu selama 22 hari, bahkan lebih.
"Dari yang kecil-kecil muat 30 orang, kita dipindahkan ke medium boat yang muat 300-an orang. Mereka selalu pindahkan kita jelang pagi," ujar Thoyyub.
Perpindahan itu, kata dia, menjadi awal mula terjadinya percampuran antara etnis Rohingya dan Bangladesh.
Sekitar 300-an orang di dalam boat medium, kemudian dibawa menuju kapal besar berbendara Thailand. Ada sekitar empat buah boat besar di sana.
"Oleh kapten kita disuruh pindah ke boat itu. dan kembali melanjutkan perjalanan. Tapi jelang satu bulan 25 hari, kita tidak tiba di negara yang dijanjikan agen," katanya.
Destinasi utama setiap pengungsi, kata dia, adalah negara Malaysia, Thailand, dan Australia. Thoyyub sendiri dijanjikan oleh seorang Dalal (agen Bangladesh), untuk bekerja di sebuah pabrik elektronik di negeri jiran.