Pro Kontra Baca Al Quran Berlanggam Jawa, Ini Kata Bimas Islam

Siswanto Suara.Com
Selasa, 19 Mei 2015 | 06:21 WIB
Pro Kontra Baca Al Quran Berlanggam Jawa, Ini Kata Bimas Islam
Ilustrasi Al Quran (Foto: shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pembacaan Al Quran dengan langgam atau lagu Jawa pada peringatan Isra Mi’raj di Istana Negara Jakarta pada Jumat (15/5/2015) malam lalu ternyata mengundang kontroversi yang panjang.

Di berbagai media cetak dan elektronik, khususnya media sosial ramai memperbincangkannya dengan pro dan kontra. Bahkan pada tahap tertentu, sebagian masyarakat menyampaikan tuduhan-tuduhan bahwa pemerintah telah mempermainkan sakralitas Al Quran.

Menanggapi hal tersebut, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Machasin menyampaikan secara terbuka melalui akun Facebook-nya tentang pendapat para ulama terkait boleh tidaknya membaca ayat-ayat Al Quran dengan langgam (talhin).

Menurut Machasin ada dua pendapat dalam uraian bahasa Arab tersebut. Ada yang melarang, ada juga yang membolehkan.

Pendapat ulama yang melarang, katanya, diwakili oleh Malikiyah dan Hanabilah bahwa membaca Al Quran dengan lagu (langgam) dibenci (karahatul qira’ah bit talhin). Sedangkan ulama yang membolehkan diwakili oleh Syafiiyyah dan Hanafiyyah.

Pendapat yang pertama didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW tentang perlunya membaca ayat Al Quran dengan lagu Arab dan tidak meniru orang ahli kitab dan fasiq.

"Sedangkan pada pendapat yang kedua beralasan sebagai salah satu bentuk dari kemu’jizatan Al Quran itu sendiri, sebagaimana disebutkan: Zaiyyinu al-Qurana bi-ashwatikum (Hiasilah bacaan Al-quranmu dengan suara-suara yang merdu)," kata Machasin.

Lebih lanjut Machasin menyatakan bahwa beberapa gurunya sering membaca Al Quran dengan langgam Jawa, seperti Fatchurrahman dan Romdon dari UIN Kalijaga Yogyakarta.

“Beberapa guru saya dulu membaca Al Quran dengan langgam Jawa kalau mengimami salat Jumat di masjid kampus. Setelah mereka meninggal, langgam Jawa menjadi raib. Saya hanya percaya diri menggunakan langgam Jawa saat mengimami di keluarga,” katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI