Akademisi: Korupsi adalah Pengkhianatan atas Kepercayaan Publik

Sabtu, 16 Mei 2015 | 10:10 WIB
Akademisi: Korupsi adalah Pengkhianatan atas Kepercayaan Publik
Peringatan Hari Kartini di Gedung KPK dengan 'banner' Saya Perempuan Antikorupsi. [suara.com/Agung Sandy Lesmana]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Syamsul Anwar, menyatakan bahwa korupsi merupakan suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan publik yang sedang dihadapi bangsa Indonesia.

"Dalam kehidupan riil, bangsa kita sekarang menghadapi satu masalah penyakit sosial yang berat, yaitu fenomena korupsi yang dikatakan telah membudaya dalam masyarakat kita," kata Syamsul, ketika menyampaikan hikmah Isra Mi'raj di Istana Negara Jakarta, Jumat (15/5/2015) malam.

Syamsul menyebutkan, dari sudut hukum, korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa, karena korupsi merusak dan bahkan menghancurkan sendi-sendi kehidupan dan moral masyarakat. Makanya menurutnya, pemberantasan budaya korupsi merupakan conditio sine quanon bagi upaya pembangunan kehidupan masyarakat yang lebih baik, yakni masyarakat berkeadaban, berkesejahteraan dan berkeadilan.

"Dalam agama Islam, perbuatan korupsi dipandang sebagai perbuatan munkar. Makan harta hasil korupsi dinyatakan sebagai makan harta dengan jalan batil yang dilarang keras," tegas Syamsul.

Dia pun menyebutkan bahwa dalam hadits Nabi Muhammad SAW, disebutkan beberapa bentuk lain korupsi, seperti memberi hadiah kepada para pejabat yang dilarang.

"Perbuatan menyuap, menerima suap, serta perantara keduanya, adalah perbuatan yang dilaknat Rasulullah. Termasuk perbuatan korupsi adalah melindungi para pelakunya," katanya.

Menurut Syamsul pula, banyak penyebab terjadinya korupsi itu. Antara lain mulai dari buruknya tata pemerintahan, lemahnya kontrol atas birokrasi, lemahnya sumber daya yang menduduki jabatan publik, gaji yang kurang memadai, lemahnya pengawasan, kurangnya transparansi pengambilan keputusan, ketidakjelasan aturan, kurangnya teladan dari atasan, hingga adanya niat untuk korupsi sebagai dampak mahalnya biaya pemilu, dan lainnya.

"Masalah korupsi merupakan masalah multidimensional, dan upaya pemberantasannya harus bersifat multifacet," katanya pula.

Dalam hal ini menurut Syamsul, agama dapat difungsikan sebagai bagian dari keseluruhan upaya pemberantasan korupsi. Terutama melalui pengelolaan batin dan kalbu guna mempertinggi kepekaan nurani, untuk menyadari perlunya menjauhi hal-hal yang meskipun sementara memberi kenikmatan sekejap, namun merusak tatanan masyarakat secara keseluruhan.

"Memang kita sering mendengar suatu ironi bahwa di tengah masyarakat kita yang religius dan rajin beribadah, praktik korupsi tetap berkembang subur, sehingga tampak ada korelasi berbanding terbalik antara semangat religius dengan praktik-praktik korupsi," katanya.

Menurutnya lagi, semestinya semakin tinggi kesadaran beragama, semakin rendah tingkat korupsinya. Hal ini, menurut Syamsul, mungkin salah satu penyebabnya adalah pengelolaan nurani dan batin yang tidak sebagaimana mestinya.

"Kita memang beribadah rutin dan tekun, tetapi mungkin lebih bersifat mekanistik, dan lebih merupakan kebiasaan yang baku," katanya. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI